Oleh: Betti Alisjahbana
If leaders are careless about basic things—telling the truth, respecting moral codes, proper professional conduct—who can believe them on other issues? ~ James L Hayes
Indonesia baru saja kehilangan seorang pemimpin panutan di dunia bisnis. William Soerjadjaja meninggal di usia 88 tahun pada tanggal 2 April 2010. Pendiri Astra International, yaitu perusahaan yang menaungi 300 perusahaan, itu dikenal memegang standar etika bisnis yang tinggi, sangat peduli pada pengembangan sumber daya manusia, dan berjiwa sosial. Sebagai pemimpin, ia sangat dipercaya karena karakter, kemampuan, serta rekam jejaknya sangat istimewa. Kepergiaannya meninggalkan duka yang dalam bagi orang-orang yang pernah merasakan kepemimpinan dan bimbingannya.
Di lain pihak, kita sering membaca berita para pemimpin yang bahkan tidak dapat melakukan hal-hal yang paling sederhana sekalipun, seperti menyampaikan hal yang sebenarnya, atau menghargai nilai-nilai moral dan berperilaku profesional. Siapa yang akan percaya pada pemimpin yang seperti ini?
Dalam bukunya yang berjudul The Speed of Trust, Stephen M.R. Covey menyampaikan bahwa ketika orang tidak percaya, maka segala hal akan berjalan lambat karena perlu pemeriksaan, pengecekan, diyakinkan berkali-kali, sehingga bukan saja perkerjaan berjalan lambat tetapi biayanya pun menjadi tinggi. Sebaliknya bila orang percaya, maka semuanya akan berjalan lebih lancar dan cepat, serta biaya pun dapat dihemat.
Ini dicontohkan dalam salah satu cerita mengenai Jim, seorang penjual donat dan kopi di jalanan di New York City. Selama waktu sarapan dan makan siang, tokonya selalu dipenuhi antrian orang yang ingin membeli donat dan kopinya. Meskipun hal ini pertanda bagus, tetapi Jim juga melihat bahwa banyak orang merasa bosan mengantri, lalu pergi begitu saja dan tidak jadi membeli. Jim sadar, bahwa karena dia harus melayani semua pelanggan, dia menjadi penghambat terbesar bagi dirinya sendiri untuk menjual lebih banyak donat.
Jim kemudian memutuskan untuk menaruh satu keranjang yang berisi uang pecahan kecil untuk kembalian. Dia mempercayakan pelanggannya untuk membayar dan mengambil sendiri kembaliannya di dalam keranjang itu, tanpa perlu harus melalui Jim.
Alih-alih uangnya dicuri, Jim malah menemukan bahwa banyak pelanggan justru memberi tip dalam jumlah besar. Ini juga mempercepat antrian orang yang akan membeli donatnya, sehingga dia bisa menjual lebih banyak donat. Jim menemukan bahwa pelanggannya senang merasa dipercaya. Tidakkah demikian juga dengan rekan kerja, bawahan, dan atasan kita?
Pemimpin yang Dipercaya
Tugas pertama seorang pemimpin adalah membangun rasa percaya. Ada dua faktor yang mempengaruhi rasa percaya masyarakat terhadap pemimpinnya: karakter dan kompetensi. Karakter mencakup integritas dan niat baik. Sementara kompetensi mencakup kemampuan, ketrampilan, kinerja, dan rekam jejak. Ketika seorang pemimpin mempunyai semuanya—integritas, niat baik, kemampuan, kinerja, dan rekam jejak—maka ia akan dipercaya oleh orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin juga harus mempercayai timnya—bukan percaya buta tanpa ekspektasi dan akuntabilitas, melainkan percaya yang cerdas, yaitu dengan ekspektasi yang jelas dan sistem akuntabilitas yang dibangun terintegrasi ke dalam sistem organisasi. Pemimpin terbaik umumya memimpin dengan kecenderungan untuk mempercayai timnya.
Pemimpin yang baik sadar bahwa suasana saling percaya harus dibangun dan akan berpengaruh besar pada setiap hubungan, setiap komunikasi, setiap proyek, dan setiap kerja sama bisnis. Ketika saling percaya hadir, maka segalanya akan berjalan lebih cepat dan biaya pun akan lebih murah.
Suasana saling percaya perlu secara khusus dibangun, dimulai dari membuat diri kita sendiri bisa dipercaya. Sifat-sifat baik seorang pemimpin yang akan membuatnya dipercaya antara lain adalah berbicara jujur, menghargai orang lain, membangun transparansi, memperbaiki hal-hal yang tidak benar, menghasilkan kinerja yang baik, bertanggung jawab, mendengarkan, menjaga komitmen, dan mempercai tim.
Saling percaya dalam organisasi bisa dibangun melalui struktur, sistem kerja, sistem akuntabilitas, serta insentif yang mendorong terbangunnya saling percaya. Ketika organisasi bekerja dengan kompak dan secara konsisten membangun reputasi yang baik, maka pasar pun akan percaya dan brand yang kuat pun akan terbangun. Ketika di samping mempunyai reputasi usaha yang baik, organisasi kita pun memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan turut memecahkan dan menjadi solusi bagi masalah-masalah nyata di masyarakat, maka organisasi kita tidak hanya dipercaya oleh para pegawai dan pasar, tetapi juga masyarakat.
Di era persaingan bebas kini, di mana persaingan terjadi semakin ketat, kecepatan dan kelincahan organisasi menjadi sangat penting. Untuk itu keterpercayaan perlu dibangun, ditumbuhkan, dan dijaga. Hanya pemimpin yang dipercaya yang bisa membangunnya.
Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana
If leaders are careless about basic things—telling the truth, respecting moral codes, proper professional conduct—who can believe them on other issues? ~ James L Hayes
Indonesia baru saja kehilangan seorang pemimpin panutan di dunia bisnis. William Soerjadjaja meninggal di usia 88 tahun pada tanggal 2 April 2010. Pendiri Astra International, yaitu perusahaan yang menaungi 300 perusahaan, itu dikenal memegang standar etika bisnis yang tinggi, sangat peduli pada pengembangan sumber daya manusia, dan berjiwa sosial. Sebagai pemimpin, ia sangat dipercaya karena karakter, kemampuan, serta rekam jejaknya sangat istimewa. Kepergiaannya meninggalkan duka yang dalam bagi orang-orang yang pernah merasakan kepemimpinan dan bimbingannya.
Di lain pihak, kita sering membaca berita para pemimpin yang bahkan tidak dapat melakukan hal-hal yang paling sederhana sekalipun, seperti menyampaikan hal yang sebenarnya, atau menghargai nilai-nilai moral dan berperilaku profesional. Siapa yang akan percaya pada pemimpin yang seperti ini?
Dalam bukunya yang berjudul The Speed of Trust, Stephen M.R. Covey menyampaikan bahwa ketika orang tidak percaya, maka segala hal akan berjalan lambat karena perlu pemeriksaan, pengecekan, diyakinkan berkali-kali, sehingga bukan saja perkerjaan berjalan lambat tetapi biayanya pun menjadi tinggi. Sebaliknya bila orang percaya, maka semuanya akan berjalan lebih lancar dan cepat, serta biaya pun dapat dihemat.
Ini dicontohkan dalam salah satu cerita mengenai Jim, seorang penjual donat dan kopi di jalanan di New York City. Selama waktu sarapan dan makan siang, tokonya selalu dipenuhi antrian orang yang ingin membeli donat dan kopinya. Meskipun hal ini pertanda bagus, tetapi Jim juga melihat bahwa banyak orang merasa bosan mengantri, lalu pergi begitu saja dan tidak jadi membeli. Jim sadar, bahwa karena dia harus melayani semua pelanggan, dia menjadi penghambat terbesar bagi dirinya sendiri untuk menjual lebih banyak donat.
Jim kemudian memutuskan untuk menaruh satu keranjang yang berisi uang pecahan kecil untuk kembalian. Dia mempercayakan pelanggannya untuk membayar dan mengambil sendiri kembaliannya di dalam keranjang itu, tanpa perlu harus melalui Jim.
Alih-alih uangnya dicuri, Jim malah menemukan bahwa banyak pelanggan justru memberi tip dalam jumlah besar. Ini juga mempercepat antrian orang yang akan membeli donatnya, sehingga dia bisa menjual lebih banyak donat. Jim menemukan bahwa pelanggannya senang merasa dipercaya. Tidakkah demikian juga dengan rekan kerja, bawahan, dan atasan kita?
Pemimpin yang Dipercaya
Tugas pertama seorang pemimpin adalah membangun rasa percaya. Ada dua faktor yang mempengaruhi rasa percaya masyarakat terhadap pemimpinnya: karakter dan kompetensi. Karakter mencakup integritas dan niat baik. Sementara kompetensi mencakup kemampuan, ketrampilan, kinerja, dan rekam jejak. Ketika seorang pemimpin mempunyai semuanya—integritas, niat baik, kemampuan, kinerja, dan rekam jejak—maka ia akan dipercaya oleh orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin juga harus mempercayai timnya—bukan percaya buta tanpa ekspektasi dan akuntabilitas, melainkan percaya yang cerdas, yaitu dengan ekspektasi yang jelas dan sistem akuntabilitas yang dibangun terintegrasi ke dalam sistem organisasi. Pemimpin terbaik umumya memimpin dengan kecenderungan untuk mempercayai timnya.
Pemimpin yang baik sadar bahwa suasana saling percaya harus dibangun dan akan berpengaruh besar pada setiap hubungan, setiap komunikasi, setiap proyek, dan setiap kerja sama bisnis. Ketika saling percaya hadir, maka segalanya akan berjalan lebih cepat dan biaya pun akan lebih murah.
Suasana saling percaya perlu secara khusus dibangun, dimulai dari membuat diri kita sendiri bisa dipercaya. Sifat-sifat baik seorang pemimpin yang akan membuatnya dipercaya antara lain adalah berbicara jujur, menghargai orang lain, membangun transparansi, memperbaiki hal-hal yang tidak benar, menghasilkan kinerja yang baik, bertanggung jawab, mendengarkan, menjaga komitmen, dan mempercai tim.
Saling percaya dalam organisasi bisa dibangun melalui struktur, sistem kerja, sistem akuntabilitas, serta insentif yang mendorong terbangunnya saling percaya. Ketika organisasi bekerja dengan kompak dan secara konsisten membangun reputasi yang baik, maka pasar pun akan percaya dan brand yang kuat pun akan terbangun. Ketika di samping mempunyai reputasi usaha yang baik, organisasi kita pun memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan turut memecahkan dan menjadi solusi bagi masalah-masalah nyata di masyarakat, maka organisasi kita tidak hanya dipercaya oleh para pegawai dan pasar, tetapi juga masyarakat.
Di era persaingan bebas kini, di mana persaingan terjadi semakin ketat, kecepatan dan kelincahan organisasi menjadi sangat penting. Untuk itu keterpercayaan perlu dibangun, ditumbuhkan, dan dijaga. Hanya pemimpin yang dipercaya yang bisa membangunnya.
Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar