Senin, 07 Februari 2011

Tiga Tantangan Profesi Teknologi Informasi

Jumat, 4 Februari 2011, saya diminta memberikan Graduation Speech dalam acara Syukuran dan Pelepasan Wisudawan program Sarjana dan Paska Sarjana Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Tema sambutan saya adalah “Tiga Tantangan Profesi Teknologi Informasi”. Berikut adalah transkrip sambutan saya:

Selanjutnya Apa?

Besok Anda akan memasuki bab baru dalam hidup Anda. Dan kesempatannya sangat luas. Sebagian dari Anda ada yang akan bekerja pada suatu organisasi, sebagian lagi mungkin akan memulai bisnis sendiri. Satu hal yang pasti, Anda telah memilih bidang yang sangat menarik dan strategis. Begitu strategisnya bidang ini, sehingga saya yang dulu kuliah di bidang Arsitektur pun berpindah rel untuk berkarir di bidang Teknologi Informasi.

Saya baru saja membaca prediksi dari IDC, sebuah lembaga riset yang fokus pada Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). IDC menyatakan bahwa negara-negara di Asia akan menikmati pertumbuhan TIK yang luar biasa, yang dimotori oleh China, India, Indonesia, Vietnam, dan Filipina. Kesempatan kerja dan berkarir terbuka lebar bagi Anda semua. Bahkan perebutan dan saling bajak tenaga kerja dibidang TIK sangat terasa.

Tanpa terasa, saya sudah berkecimpung di dunia TIK selama lebih dari 25 tahun. Beberapa pelajaran telah saya petik dan ingin saya bagikan kepada Anda semua. Namun demikian, sebelumnya saya ingin menyampaikan beberapa hal di dunia TIK, dan tantangan saya bagi Anda.

TIK dan Karya Anak Bangsa

TIK berkembang sangat pesat dan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup kita. Pengguna Internet di Indonesia telah mencapai 45 juta tahun lalu, berdasarkan data dari Kementrian Kominfo, sementara telepon selular pun tumbuh sangat pesat dan saat ini mencapai 180 juta pelanggan atau 80% penduduk Indonesia.

Di bidang social media, pengguna Facebook di Indonesia mencapai 33 juta, dan menempati peringkat nomor 2 di dunia setelah Amerika. Sementara itu, pengguna Twitter di Indonesia sebanyak 6,24 juta, berdasarkan data pada September 2010.

Pertanyaan yang harus kita jawab adalah, apakah kita telah memanfaatkan teknologi tersebut untuk hal-hal yang produktif, yang memajukan dan mensejahterakan bangsa kita? Ataukah teknologi itu hanya menjadi sarana hiburan dan menjalin silaturahmi online saja? Lalu, apakah kita hanya bertindak sebagai pengguna saja, atau ikut memproduksi—baik itu perangkat keras, perangkat lunak, serta kontennya?

Kita sering dibuat sedih karena sementara pertumbuhan makro ekonomi di Indonesia baik, tetapi pertumbuhan tersebut lebih didorong oleh konsumsi saja. Hal ini membuat kita lebih menjadi penikmat keringat orang luar negeri. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja di Indonesia masih terbatas dan angka kemiskinan pun masih tinggi. Di bidang TIK pun, hal ini terjadi—produk yang kita nikmati kebanyakan adalah produk impor.

Kabar baiknya, kini lebih banyak kesempatan bagi kita untuk tidak sekadar menjadi pengguna tetapi juga menjadi pencipta. Di bidang konten misalnya, Fahma Waluya Rosmansyah adalah pembuat aplikasi Nokia Ovi Store yang termuda. Berusia 12 tahun, Fahma berhasil menjuarai APICTA (Asia Pacific ICT Award) untuk kategori Secondary Student Project. Karyanya yang berupa game edukasi kini dipasarkan di seluruh dunia melalui Nokia Ovi Store. Kalau anak berumur 12 tahun saja bisa, masa Anda tidak?

Jadi, tantangan pertama yang saya berikan kepada Anda para wisudawan adalah untuk bersama-sama membangun kemampuan menjadi produsen TIK. Anda bisa berperan sebagai produsen itu sendiri, maupun sebagai fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya karya-karya anak bangsa.

Bagaimana cara menjadi fasilitator? Caranya adalah dengan menggunakan produk karya Indonesia bila ada. Jadi, setiap kali akan membeli produk TIK, kita perlu bertanya, apakah sudah ada produk serupa yang merupakan karya anak bangsa? Jika ada, coba kita pertimbangkan untuk menggunakannya. Dan bila tidak ada, itu adalah peluang bagi kita untuk membuatnya.

Saya yakin kesempatannya banyak. Pada jaman di mana perubahan terjadi dengan sangat cepat seperti sekarang ini, yang dibutuhkan adalah keinginan untuk mencari peluang untuk melakukan inovasi. Selagi Anda masih muda, cobalah hal-hal baru yang berbeda, yang inovatif.

Itu tadi tantangan pertama. Gunakan produk Indonesia kalau sudah ada. Kalau belum ada, Anda bisa membuatnya.

TIK sebagai Katalisator Kemajuan Bangsa

TIK telah dan akan memberikan kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan produktivitas, kreativitas, serta daya saing individu, organisasi, dan bangsa. Penelitian Bank Dunia atas 120 negaradengan basis data tahun 1980-2006, yang disajikan dalam laporan InfoDev 2009, menunjukkan bahwa penetrasi broadband sebesar 10% di negara sedang berkembang akan meningkatkan GDP sebesar 1,38%.

Sebagai praktisi TIK, kita wajib mendorong pemanfaatan TIK untuk memecahkan berbagai masalah bangsa. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa kita adalah maraknya korupsi. Dibutuhkan peran serta berbagai pihak untuk memecahkannya.

Sistem informasi yang baik dapat mendukung transparansi dan tata kelola yang baik (good governance). Ketika e-government diterapkan dengan baik, bagi masyarakat ini berarti layanan yang lebih mudah diakses. Bagi komunitas bisnis, hal itu akan mengurangi beban pengurusan administrasi dengan memanfaatkan internet. Sementara bagi kantor-kantor pemerintah, itu berarti efisiensi dan efektivitas kerja yang menurunkan biaya, pelaporan yang lebih mudah, dan pengukuran kinerja yang lebih jelas.

Misalnya saja, 77% kasus korupsi yang ditangani KPK adalah menyangkut pengadaan. Daerah-daerah yang telah berhasil menerapkan e-procurement dapat mencegah korupsi karena adanya peluang kontak langsung antara penyedia jasa dengan petugas pengadaan menjadi lebih kecil. Proses pun menjadi lebih transparan dan lebih mudah diaudit.

Studi yang dilakukan oleh KPK menunjukan penerapan e-procurement telah menghasilkan penghematan anggaran sebesar 23.5% dan penghematan HPS (Harga Penetapan Sendiri) sebesar 20%. Penghematan waktu pelaksanaan pun terjadi, dari rata-rata 36 hari menjadi 20 hari.

Jadi tantangan kedua adalah, sebagai praktisi dan calon praktisi TIK, kita semua harus mendorong penerapan TIK untuk meningkatkan transparansi dan tata kelola yang baik. Dengan demikian kita berharap korupsi dapat ditekan. Jadi kita tidak lagi disuguhi tontonan Gayus di televisi setiap hari, tetapi melihat tokoh-tokoh TIK menjadi pejuang antikorupsi melalui penerapan TIK yang baik.

Kuasai Softskills

Sepanjang lebih dari 25 tahun berkecimpung di bidang TIK, saya telah merekrut ratusan praktisi TIK. Dari situ saya menemukan pola bahwa mereka yang sukses adalah mereka yang tidak saja mahir berbicara dengan komputer, tetapi juga mahir berkomunikasi dan berkolaborasi dengan bahasa manusia. Implementasi TIK hanya bisa berhasil bila kita bisa membuatnya dimengerti oleh orang awam.

Jadi, jangan berusaha untuk terlihat pandai dengan menggunakan bahasa-bahasa yang memusingkan, tetapi kuasailah seni berkomunikasi yang mampu membuat orang tertarik untuk memanfaatkan TIK secara maksimal. Demikian pula perkembangan TIK yang demikian cepat telah membuat kolaborasi antarnegara dan antarorganisasi yang difasilitasi oleh internet dan TIK  menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari.

Perusahaan kini bisa menjalankan operasinya secara terintegrasi di berbagai negara. Misalnya tim TIK ada di India dan Indonesia, pengadaan dilakukan China, call center di Filipina, sementara pusat administrasi pelanggan dilakukan di Malaysia. Tenaga kerja masa kini harus mampu bekerja dalam TEAM dan menyelesaikan suatu pekerjaan dengan kolaborasi antarorganisasi dan antarnegara. Syaratnya, selain hard skills, kita pun perlu menguasai softskills.

Apa saja yang termasuk softskills? Di antaranya kemampuan untuk berkomunikasi, beradaptasi pada situasi yang berbeda-beda, bernegosiasi, mengatur waktu, memecahkan masalah, bekerja dalam tim dan memimpin suatu tim. Gaya kepemimpinan masa kini adalah gaya kepemimpinan yang memberdayakan, membangun kolaborasi, dan memupuk segenap potensi yang ada.

Lalu, bagaimana mengasah softskills? Pelajari teorinya lalu praktekan. Niscaya, semakin lama kita akan semakin mahir.

Itu tadi tiga tantangan saya untuk para wisudawan, yakni:
  1. Bersama-sama membangun kemampuan menjadi produsen TIK,
  2. Menjadikan TIK sebagai katalisator kemajuan bangsa,
  3. Menguasai softskills.
Lima Ide untuk Mencapai Lebih dalam Hidup
Saya akan menutup sambutan saya dengan menyampaikan lima  kiat untuk membuat Anda lebih sukses dalam hidup. Jadi bagi Anda yang tadi belum menyimak, sekarang waktunya untuk menyimak.

#1 Ciptakan Mimpi Besarmu
Cita-cita memberikan arah dan momentum dalam hidup. Sukses dalam kehidupan dibangun dari capaian demi capaian menuju suatu cita-cita. Ketika kita dihadapkan pada situasi sulit, cita-cita kitalah yang membuat kita terus bersemangat.

#2 5..4..3..2..1 ACTION!
“Banyak orang punya ide yang hebat, tetapi ide itu tidak kunjung dilaksanakan. Padahal ide saja tidak akan membawa kita kemana-mana.” Katanya, kata Motivation berasal dari kata motive dan action. Dengan kata lain motivation hanya ada bila kita punya tujuan (motive) dan ada tindakan. Jadi, bila kita merasa kehilangan motivasi dalam hidup ini, kemungkinan besar kita tidak punya motive dan kurang action.

Banyak orang memiliki ide, tetapi tidak dilaksanakan hanya karena takut membuat kesalahan. Hal ini sebenarnya bisa diatasi jika kita dapat melihat kesalahan sebagai hal yang positif. Kita belajar ketika kita membuat kesalahan.

Bukankah kita belajar paling banyak ketika kita membuat kesalahan? Berapa banyak kesalahan dibuat oleh seorang anak ketika mereka pertama belajar merangkak, lalu berjalan, hingga akhirnya berlari? Mereka belajar sambil berbuat dan memperbaiki apa yang salah. Mereka belajar secara alamiah. Tetapi, ketika menjadi dewasa, kita seringkali lupa bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar. Kesalahan hanya terjadi ketika kita mengambil tindakan.

Tindakan adalah dasar dari keberhasilan dalam hidup. Jadi sederhananya, pertama kita punya tujuan, lalu ambil tindakan, barulah keberhasilan akan datang. Ingatlah, “a journey of a thousand miles begin with a simple step”. What will your first step be?

#3 Semuanya Tergantung Saya, Bukan Orang Lain:  If it is to be, it’s up to me

Salah satu tantangan terbesar yang kita hadapi dalam hidup adalah berani menerima kenyataan bahwa kita bertanggung jawab atas apa yang kita alami dalam hidup kita.

Kita punya kecenderungan untuk menyalahkan semua orang kecuali diri kita sendiri dari waktu ke waktu. Kenyataannya, dengan menyalahkan orang lain, kita sebetulnya telah menyerahkan kontrol terhadap hidup kita dan menghilangkan kesempatan untuk belajar dari kesalahan yang kita buat. Saat di mana kita berhenti mencari-cari kesalahan orang lain atas kesalahan yang kita buat, adalah saat di mana kita mulai menemukan kekuatan untuk berprestasi.
#4 Ciptakan Peluang Kita
Peluang tidak datang begitu saja, peluang kita ciptakan. Kita tidak begitu saja bertemu dengan peluang, melainkan kita mempersiapkan diri kita dengan pertama-tama membuka wawasan bagi munculnya ide baru dan masukan-masukan. Semuanya berawal dari keputusan untuk ingin membawa hal baru dalam hidup kita.

Belajarlah untuk bertanya. Apa yang saya ingin lakukan dalam hidup saya? Apa yang saya bisa lakukan untuk mengubah hidup saya? Atau, di mana saya bisa mendapat informasi yang akan membantu saya untuk mencapai tujuan saya dengan lebih cepat? Belajarlah untuk menentukan tujuan dan mengambil tindakan. Karena tindakanlah yang akan mempersiapkan diri kita untuk bisa mengenali dan memanfaatkan peluang-peluang dalam hidup kita.

Ada banyak peluang di sekitar kita. Bila kita mencarinya, kita akan menemukannya. Ingatlah bahwa peluang jarang mengetuk pintu. Kitalah yang harus mengetuk pintu peluang, bila kita ingin masuk ke dalamnya.

#5 Investasi Pada Diri Sendiri


Kita tidak perlu kaya dulu untuk menjadi seorang investor. Tetapi sebaliknya, kita harus menjadi investor bila kita ingin kaya. Dan ingatlah bahwa dari semua investasi yang bisa kita buat, investasi pada diri sendiri adalah investasi yang akan memberikan hasil yang terbesar dan paling penting yang bisa kita harapkan.

Inti dari berinvestasi pada diri sendiri adalah secara sadar mengontrol hidup kita dan memutuskan untuk mengalokasikan sebagian dari sumber daya yang terbatas yang kita miliki untuk pengembangan diri. Suatu pengembangan keterampilan dari dalam keluar. Keterampilan hidup yang akan mempengaruhi semangat, sikap, kebiasaan, dan tingkah laku—yang pada akhirnya akan membuat membentuk nasib kita.

Berinvestasi pada diri sendiri berarti bukan hanya belajar ,tetapi juga melatih ketrampilan-keterampilan baru. Itu berarti mengalokasikan sebagian waktu kita, uang kita, dan energi kita. Itu berarti berkorban sekarang untuk sesuatu yang penting di masa depan.

Kesimpulan

Itu tadi adalah lima kiat agar kita bisa mencapai lebih banyak dan lebih baik dalam hidup kita:
  • Ciptakan mimpimu
  • 5..4..3..2..1 ACTION
  • Semuanya terserah kita
  • Ciptakan kesempatan
  • Investasi pada diri sendiri
Sekali lagi, selamat atas wisuda ini dan selamat atas semua yang telah Anda capai. Saya berdoa agar Anda mencapai yang terbaik di tahun-tahun mendatang. Anda telah dibekali pendidikan terbaik dari salah satu perguruan tinggi terbaik di negeri ini. Dan saya berharap, Anda akan membawa nama harum UI dan Indonesia di kancah dunia.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana
 


Karakter Terpenting Seorang Pemimpin

Tahun 2010 sebentar lagi berlalu dan tahun 2011 sudah di ambang pintu. Meskipun tahun 2014 masih tiga tahun lagi, tetapi rupanya gerakan-gerakan persiapan Pemilu sudah mulai terasa. Kekuasaan memang sangat menggiurkan.

Dalam upaya memahami aspirasi pembacanya, QB Leadership Center melakukan polling online di LeadershipQB.com. Dua pertanyaan kami ajukan, yaitu:

1. Siapa pemimpin negara terbaik pilihan Anda?
2. Karakter pemimpin yang terpenting bagi Anda adalah?

Seratus satu respons kami terima untuk pertanyaan pertama, dan 40.6% memilih Soekarno sebagai pemimpin negara terbaik. B. J. Habibie yang menjadi Presiden Republik Indonesia dalam waktu yang sangat singkat menduduki urutan kedua dengan  raihan suara 20.8%. Posisi ketiga dan keempat diduduki oleh Susilo Bambang Yudhoyono dengan 13.9% suara, dan Soeharto dengan 12.9% suara. Di kelompok paling bawah adalah Megawati dengan 1% suara dan Abdurrahman Wahid dengan 8.9% suara.

Pertanyaan kedua, tentang karakter terpenting seorang pemimpin, mendapatkan 91 respons. Tiga karakter pemimpin yang terpenting berdasarkan respons yang masuk adalah:

1. Jujur dan bersih dari korupsi, serta membangun sistem yang mencegah korupsi.
2. Punya integritas, tegas, dan berani mengambil sikap.
3. Visoner: Punya visi jangka panjang dan mengambil langkah untuk merealisasikannya.

Saya tidak heran bahwa responden menempatkan “Jujur dan bersih dari korupsi, serta membangun sistem yang mencegah korupsi” di urutan teratas. Praktik korupsi di Indonesia memang sangat parah dan terjadi di berbagai tingkatan—mulai dari urusan kecil yang menyangkut pelayanan masyarakat di tingkat kelurahan, hingga rekayasa penggunaan anggaran di lembaga-lembaga pemerintahan.

Praktik korupsi sedemikian parahnya, hingga kita masuk peringkat ke-110 dalam indeks persepsi korupsi dari 200 negara di dunia berdasarkan data dari lembaga Transparency International Indonesia (TII).

Dalam survei yang dilakukan TII di berbagai kota terhadap 9.327 responden, disimpulkan bahwa suap biasanya dilakukan dalam mempercepat izin usaha, mempercepat instalasi utilitas publik, keringanan pembayaran pajak daerah, mendapatkan kontrak publik, mendapat keputusan menguntungkan dalam selisih usaha, dan mempengaruhi pembuatan kebijakan.

Dalam ajang Pemilu dan Pilkada pun, praktik politik uang begitu sering terjadi. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan, berdasarkan hasil pemantauan selama tahun 2010, pelaksanaan pemilihan kepala daerah dinilai koruptif.

“Hal ini terlihat dari adanya politik uang, pembagian sembako, pupuk, jilbab, tabung gas, dan lainnya dalam pelaksanaan Pilkada 2010, sehingga memengaruhi pemilih,” kata peneliti ICW, Apung Widadi, Senin (20/12) lalu.

Apung menyebutkan, selama pelaksanaan Pilkada 2010 di 244 daerah, terdapat sebanyak 1.053 kasus pembagian uang secara langsung, pembagian sembako sebanyak 326 kasus, pembagian tabung gas sebanyak 47 kasus, pembagian kerudung sebanyak 39 kasus, dan pembagian pupuk sebanyak 39 kasus yang dilakukan oleh tim pemenangan pasangan calon Pilkada.

Dalam banyak kasus, korupsi di Indonesia bukan hanya didorong oleh motif pribadi pelakunya, tetapi juga karena terpaksa harus beradaptasi pada lingkungan atau sistem yang korup. Lambat laun, mereka yang hidup dalam lingkungan yang korup ini menjadi sulit untuk membedakan mana tindakan yang korupsi dan mana yang tidak, karena hal-hal yang sebetulnya korupsi sudah menjadi sesuatu yang wajar dilakukan oleh semua orang. Apalagi bila ditambah dengan kenyataan bahwa sebagian dari pegawai negeri tidak bisa mencukupi biaya hidupnya dengan hanya mengandalkan gaji saja.

Rendahnya tingkat kesejahteraan pegawai pemerintah, sikap permisif dan kompromis, lemahnya perangkat hukum, hingga lemahnya komitmen para penegak hukum, menjadi faktor dominan mengapa korupsi tumbuh subur di masyarakat.

Praktik-praktik korupsi ini menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang sangat luas. Proses pembangunan tidak berjalan dengan semestinya karena uang yang seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat malah masuk ke kantong-kantong pribadi. Apalagi di saat negara tengah menghadapi persoalan berat, seperti pengangguran, kemiskinan, dan berbagai bencana alam. Praktik korupsi dipastikan akan semakin menambah beban negara dan rakyat.

Tiga karakter yang dipilih oleh para responden polling LeadershipQB.com memang adalah karakter yang sangat penting yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin untuk berhasil. Dan saya pun yakin, bahwa di antara ratusan juta penduduk Indonesia tentunya ada  pemimpin-pemimpin yang memiliki ketiga karakter tersebut. Apalagi, sebagai Ketua Dewan Juri Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA), saya menyaksikan sendiri, dalam empat kali penyelenggaraannya, BHACA berhasil menemukan pemimpin-pemimpin yang tidak saja bersih dari korupsi, tetapi juga melakukan langkah-langkah nyata untuk membangun lingkungan di mana korupsi bisa ditekan. Sebut saja pemenang BHACA 2010, Walikota Solo Joko Widodo dan Walikota Yogyakarta Herry Zudianto yang telah berhasil membuat kota yang mereka pimpin masuk dalam daftar lima kota paling bersih di Indonesia.

Kendati demikian, ada pertanyaan yang sering kali merisaukan saya. Dengan sistem pemilihan yang kita miliki sekarang, dan dengan dinamika dan sepak terjang partai-partai politik yang ada kini, akankah pemimpin-pemimpin yang akan maju dan nantinya terpilih memiliki ketiga karakter terpenting di atas?

Semoga pada 2014 nanti, sistem demokrasi kita sudah semakin matang sehingga tidak memberikan ruang bagi terjadinya politik uang. Semoga, para pemimpin yang maju bertarung dalam ajang pemilihan pemimpin Indonesia di tahun 2014 adalah orang-orang yang memiliki karakter terpuji yang sangat dibutuhkan untuk memimpin Indonesia. Dan,  semoga rakyat Indonesia pun menjadi lebih dewasa dalam memanfaatkan hak pilihnya untuk memilih pemimpin terbaik yang mampu membawa Indonesia keluar dari rimba korupsi dan mampu membangun Indonesia menuju masyarakat bersih dan sejahtera.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana
28 Deseber 2010

Kamis, 18 November 2010

Pemimpin, Komunikasi dan Harapan

Kepemimpinan secara sederhana didefinisikan sebagai seseorang mempengaruhi sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Sementara komunikasi adalah instrumen yang sangat penting  dalam kepemimpinan. Suatu kepemimpinan bisa sukses atau gagal karena komunikasi. Ada tiga hal yang penting dalam berkomunikasi, yakni konsistensi, kejelasan, dan kesopanan.
  • Konsistensi. Tim akan frustasi jika kata-kata pemimpinnya tidak bisa dipegang. Demikian pula bila tidak ada kesesuaian antara perbuatan dan tindakan.
  • Kejelasan. Tim tidak bisa melaksanakan rencana bila tidak mengerti apa yang diinginkan oleh pemimpinnya. Tidak ada gunanya mencoba membuat tim kagum akan intelektualitas kita dengan mengunakan istilah-istilah yang rumit.
  • Kesopanan. Setiap orang ingin diperlakukan dengan sopan dan hormat, siapapun mereka.
Komunikasi Ala Obama
Hadir di kuliah umum Obama minggu lalu, saya semakin disadarkan betapa kepiawaian  berkomunikasi memainkan peranan yang sangat penting dalam kepemimpinan. Berbicara di depan sekitar 7.500 hadirin, Obama menyampaikan pesannya dengan sangat menggugah.

Obama—yang memilih topik tentang pembangunan, demokrasi, dan kerukunan beragama—membuka pidatonya dengan nostalgia masa kecilnya di Indonesia. Ia bercerita bahwa tinggal di negeri yang sangat beragam seperti Indonesia, dengan ribuan pulau, ratusan bahasa dan etnis, serta sejumlah agama, membantunya menjadi lebih humanis. Dua kali ia menekankan, asas Indonesia, Bhineka Tunggal Ika, menjadi contoh bagi dunia dan membuat Indonesia akan memainkan peranan penting pada abad ke-21.

Tentang demokrasi, Obama menyampaikan kekaguman dunia melihat Indonesia yang berhasil melakukan peralihan kepemimpinan dengan damai, dan menerapkan sistem demokrasi di mana rakyat memilih langsung para pemimpinnya. Obama pun menyampaikan, “Ketika kita banyak mendengar bahwa demokrasi menghalangi kemajuan ekonomi, apa yang dicapai oleh India dan Indonesia menunjukkan bahwa demokrasi dan pembangunan ekonomi saling memperkuat.

“Seperti negara demokrasi lainnya, ada masalah-masalah yang timbul sepanjang jalan. Amerika pun demikian. Indonesia mengalami pasang surut dalam menjalankan demokrasi. Perjalanan itu sangat berharga. Dibutuhkan insitusi yang kuat untuk mengawasi konsentrasi kekuatan, dibutuhkan pasar yang terbuka yang memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk sukses, dibutuhkan kebebasan pers dan sistem hukum yang independen untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan untuk mendorong akuntabilitas. Dibutuhkan masyarakat yang terbuka dan warga yang aktif untuk menolak ketimpangan dan ketidakadilan. Kekuatan-kekuatan ini yang akan membuat Indonesia sukses di masa depan.”

Tentang agama, Obama menyampaikan bahwa Indonesia adalah tempat di mana masyarakat mengagungkan Tuhan dengan cara yang beragam. Ia lalu bercerita tentang kunjungannya ke Masjid Istiqlal, tempat beribadah ribuan kaum muslim yang dirancang oleh arsitek beragama kristen yang menggambarkan spirit Indonesia yang inklusif, yakni Pancasila.

Islam tumbuh berkembang di Indonesia, demikian juga agama-agama lainnya. Obama lalu bercerita tentang ketegangan antara Amerika dan komunitas Islam serta upaya-upayanya untuk memperbaiki hubungan ini, yang dikatakannya tidak mudah dan penuh tantangan. Namun, Amerika akan terus berusaha untuk mewujudkan perdamaian dan toleransi antaragama.

Inspirasi Obama


Hanya 30 menit Obama berbicara, tetapi begitu dalam maknanya. Yang istimewa dari Obama adalah kemampuannya menggugah semangat. Dia menggambarkan tantangan-tantangan yang ada, mengakui secara jujur dan terbuka situasinya, termasuk apa yang salah sebelumnya. Namun dia juga mengingatkan, termasuk memberikan alasan yang kuat kenapa kita pantas optimis terhadap masa depan. Misalnya, saat membahas tantangan-tantangan yang dihadapi Amerika dalam memperbaiki dan membangun kembali hubungannya dengan masyarakat Islam yang sempat rusak, Obama mengakui kesalahan pendekatan pada masa lalu. Ia pun menunjukkan apa yang sudah dia lakukan dan apa yang akan terus dilakukannya.

Obama membuat rakyat Indonesia merasa bangga bahwa negara kita dibangun dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila yang sangat modern dan berpandangan jauh ke depan. Kita pun dibuat besar hati bahwa, meskipun kita melihat masih banyak masalah dalam penerapan demokrasi di Indonesia, tetapi sebenarnya banyak kemajuan yang telah dicapai yang membuat Indonesia berdiri lebih kokoh menyongsong masa depan.

Meskipun demikian, kita sadar betapa keberagaman dan toleransi yang dipuji oleh Obama akhir-akhir ini terancam. Muncul kelompok-kelompok agama yang semakin militan. Penghancuran rumah ibadah, penganiayaan penganut aliran keagamaan, dan perusakan tempat hiburan begitu sering terjadi. Di Yogyakarta, hanya sehari sebelum Obama datang, sekelompok orang tega mengusir pengungsi Merapi dari tempat penampungan di sebuah gereja. Alasannya sungguh aneh: gereja bisa digunakan untuk mengkristenkan para pengungsi.

Alangkah indahnya bila Presiden kita pun mengakui secara jujur dan terbuka tentang masalah-masalah yang kita hadapi saat ini, serta menyampaikan niatnya yang kuat untuk mengatasi radikalisme, mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu dalam upaya mengatasi radikalisme tersebut, dan mengambil langkah-langkah nyata dan konsisten betapapun sulitnya. Karena hanya dengan mengakui masalah yang ada dan mengambil langkah-langkah yang konsisten, kita bisa mengatasi masalah radikalisme itu dan menguatkan prinsip Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, dan demokrasi yang menjadi pondasi kokohnya negara kita.

Semoga inspirasi Obama membuat kita semakin sadar betapa berharganya Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, dan demokrasi; serta membuat kita bersatu untuk melindungi ketiganya dari usaha-usaha sekelompok orang yang ingin menodainya.

Kita semua bisa belajar dari Obama mengenai komunikasi yang jernih, jujur, dan menggugah semangat persatuan di dalam memecahkan masalah-masalah yang ada dan menanamkan optimisme akan masa depan yang cerah.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana

Kamis, 11 November 2010

Memimpin untuk Dilayani, Atau Melayani untuk Memimpin ?

Banyak orang mengasosiasikan kepemimpinan dengan kekuasaan. Mereka berlomba-lomba untuk mencapai puncak kepemimpinan agar bisa mendapatkan kekuasaan. Lalu, kekuasaan dan wewenang itulah yang dijadikan alat untuk memimpin, untuk mencapai tujuan-tujuan kepemimpinannya.

Pemimpin-pemimpin terbaik justru bekerja dengan melayani. Sebagai pemimpin, mereka melihat perannya adalah melayani timnya, agar potensi-potensi terbaik dari timnya ini dapat dimunculkan. Mereka meng-coach, membimbing, mementori, dan memberikan dorongan. Itulah sejatinya yang dilakukan seorang pemimpin: melayani.

Bulan lalu, sebagai ketua Dewan Juri Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA), saya mendapat kehormatan untuk menghayati apa arti kepemimpinan yang sejati. Dua pemenang BHACA 2010 adalah Walikota Solo, Joko Widodo, dan Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto. Keduanya sungguh merupakan contoh ideal pemimpin yang sukses karena melayani rakyat yang dipimpinnya.

Mendengarkan Sambil Mentraktir Makan Ala Jokowi

Sementara di banyak tempat kekerasan menjadi alat yang diandalkan untuk memaksakan relokasi PKL (pedagang kaki lima), di Solo Jokowi menggunakan cara yang jauh berbeda. Para pedagang ini dia ajak berdialog sambil makan. Ketika kenyang, seseorang akan lebih mudah diajak berbicara, dalihnya.

Para PKL ini diyakinkan bahwa relokasi adalah jalan yang jauh lebih baik. Kepada mereka diberikan kios di tempat yang baru, SIUP, dan TDP gratis agar mereka dapat menjadi pedagang formal yang bisa memimjam uang dari Bank. Tidak jarang dialog sambil makan itu harus dilakukan berkali-kali oleh Jokowi, sebelum mereka akhirnya berhasil diyakinkan. Jokowi mendengarkan keluh kesah mereka dan mencarikan jalan keluar bagi mereka. Alhasil, ribuan PKL itu dengan suka rela bersedia direlokasi.

Sebagai akibatnya, Solo pun menjadi kota yang tertata apik, dengan jalur hijau dan jalur pejalan kaki yang nyaman. Bukan hanya itu, Pendapatan Asli Daerah Solo yang didapatkan dari pasar juga mencapai Rp19,2 miliar, lebih tinggi ketimbang pendapatan yang berasal dari hotel sebesar Rp7 miliar, parkir Rp1,8 miliar, atau papan reklame Rp4 miliar.

Selama 40 tahun periode sebelum Jokowi memimpin, tak satu pasar pun dibangun di Solo. Dalam 5 tahun kepemimpinannya, ada 15 pasar dibangunnya. Daerah-daerah lain mengeluhkan anggaran yang tidak mencukupi. Namun, Jokowi punya pendekatan yang berbeda dalam menyiasati anggaran ini.

Sebelumnya, anggaran yang terbatas disebarkan merata sehingga masing-masing daerah mendapatkan porsi anggaran yang kecil, sehingga hasilnya menjadi serba tanggung. Jokowi lalu memilih fokus kepada satu bidang saja setiap tahun, namun konsepnya dibuat secara matang, dilaksanakan dengan perencanaan yang baik, serta diawasi dengan betul sehingga hasilnya menjadi signifikan, bagus, dan tidak ada kebocoran.

Tahun berikutnya, ia memfokuskan anggaran untuk bidang yang lainnya. Semua dilaksanakan dengan kualitas yang baik, sehingga penggunaan anggarannya menjadi sangat efisien. Banyak yang berhasil dicapai oleh Jokowi. Selain 15 pasar yang berhasil dibangunnya, pembangunan taman kota, trotoar bagi pejalan kaki, perbaikan administrasi pelayanan, pengembangan green belt di tepi sungai  Bengawan Solo sepanjang 7 kilometer pun telah membuat Solo menjadi kota yang nyaman dihuni.

Melayani Ala Herry Zudianto

Herry yang berlatar belakang entrepreneur sudah biasa melayani pelanggan. Saat menjadi walikota, paradigmanya pun tetap sama: melayani. Kepada jajaran Pemkot Yogya, dia menanamkan sikap “saiyeg sak eko kapti” (bersatu dalam cita), “saiyeg sak eko proyo” (bersatu dalam karya) dalam melakukan reformasi birokrasi dan mewujudkan pemerintah sebagai pelayan masyarakat.

Dalam kepemimpinannya, Herry berhasil mengembangkan berbagai inovasi layanan publik, khususnya di sektor investasi, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lingkungan hidup. Dinas perijinan satu pintu dibangunnya untuk memangkas proses perijinan yang berbelit-belit.

Semangat untuk mendengarkan dan melibatkan masyarakat diwujudkannya dalam pembuatan APBD yang transparan dan partisipatif. Saluran untuk menyampaikan masukan pun dibuat melalui mekanisme komplain elektronik yang dikenal sebagai UPIK (Unit Pelayanan Informasi keluhan).

Pendekatan yang memberdayakan, yang dilakukan oleh Herry, telah membuat masyarakat Yogya sangat terlibat dalam memecahkan berbagai masalah publik—sesuatu yang sangat disyukuri oleh Herry. Terbukti, indeks persepsi korupsi dan indeks good governance Kota Yogyakarta sangat bagus, yakni peringkat pertama untuk indeks persepsi korupsi pada tahun 2008.

Banyak pemimpin pemerintah maupun swasta mencapai tujuannya dengan menggunakan kekuasaan dan wewenang yang dia miliki. Namun, pemimpin yang paling efektif adalah ketika mereka dapat mempengarui orang lain dengan cara yang menyentuh hati dan merebut respek, karena mereka mau mendengar, menghayati, dan mencari jalan keluar bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh orang-orang yang dipimpinnya.

Kalau Jokowi dan Herry bisa, tentu kita pun bisa menjadi pemimpin yang melayani.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana

Selasa, 09 November 2010

Entrepreneurial Leadership, Andalan Sukses di Era Perubahan

Ketika perubahan terjadi semakin cepat dan persaingan semakin dahsyat seperti saat ini, kepemimpinan yang bersifat entrepreneurial, tidak sekadar managerial, sangat dibutuhkan.
Kepemimpinan entrepreneurial mempunyai ciri-ciri:
  • Tidak menunggu atau menyerahkan nasib kepada orang lain, melainkan mengambil inisiatif dan menganggap dirinya memiliki peran kunci dalam organisasi. Dia membangkitkan energi timnya.
  • Menunjukkan kreativitas yang entrepreneurial, selalu mencari peluang-peluang baru dan merealisasikannya.
  • Berani mengambil risiko, mencoba hal-hal baru, memberikan arahan strategis, dan menginspirasi timnya.
  • Bertanggung jawab atas kegagalan dari timnya, belajar dari kegagalan tersebut, dan menggunakannya untuk mencapai tujuan organisasi yang menguntungkan semua pemangku kepentingan.
Di era perubahan yang cepat, para manajer dituntut untuk lebih entrepreneurial. Kepemimpinan adalah kekuatan utama yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan yang berhasil. Pemimpin harus memberdayakan pegawainya untuk merealisasikan visi. Mereka menjalankan misinya dengan menginspirasi dan membangun kemampuan melalui berbagai sinergi dengan mitra usaha.
Kita sering kali melihat perusahaan yang dibangun dengan semangat entrepreneurial, ketika menjadi besar malah menjadi birokratis dan lamban, sehingga pada titik tertentu kehilangan daya saingnya dan terpuruk.

Karenanya, menjadi menarik untuk mempelajari bagaimana Chairul Tanjung berhasil membangun kerajaan bisnisnya selama 30 tahun dari bisnis informal sampai menjadi bisnis besar dan melaju menjadi grup bisnis yang beragam; keuangan, media, retail, life style, hiburan, serta bisnis berbasis sumber daya alam. Kerajaan bisnisnya kini telah memperkerjakan lebih dari 60.000 pegawai.

Perjalanan Bisnis CT
Kiprah Chairul Tanjung (CT) sebagai pengusaha dimulai pada tahun 1981, ketika dia masih menjadi mahasiswa kedokteran gigi di Universitas Indonesia. Lahir dari keluarga yang tidak berada memaksa CT untuk membiayai kuliahnya dengan berdagang di kampus—mulai dari menyediakan jasa foto copy, mensuplai perlengkapan kedokteran gigi, sampai melakoni usaha jual beli mobil bekas.

Tahun 1987—1996, CT memasuki bidang manufacturing sandal/sepatu dan atap baja. Pada periode ini pula, dia mulai mendirikan Para Multi Finance. Dengan pegawai mencapai 500 orang, kini CT mulai merekrut pemimpin-pemimpin berpengalaman untuk duduk di manajemen puncak. Bila sebelumnya CT mengerjakan langsung berbagai pekerjaan, kini perannya lebih kepada memberikan arahan bagi para manajemen puncak tersebut.

Sejak 1996, perusahaannya tumbuh menjadi perusahaan besar. Merasa sulit bersaing dengan China di bidang manufacturing, CT mengalihkan fokusnya pada jasa keuangan, yakni melalui Bank Mega dan Para Multifinance. Ketika banyak perusahaan mengalami kesulitan di masa krisis keuangan tahun 1998, Bank Mega dan Para Multifinance yang telah menerapkan tata kelola yang baik pada waktu itu, justru melebarkan sayapnya. Dengan pegawai mendekati 5000 orang pada akhir tahun 2000, peran CT menjadi lebih banyak dalam hal coaching, delegating, dan membangun tata kelola perusahaan. Proses membangun kepemimpinan dari dalam pun dia lakukan.

Pada tahun 2000 sampai sekarang adalah periode di mana CT Group telah tumbuh menjadi konglomerasi bisnis dengan fokus konsumer. TransTV, Trans|7, Metro Department Store, Carrefour, dan CT Agro adalah bisnis-bisnis besar yang berhasil dia bangun dan akuisisi dalam periode ini. Dengan jumlah pegawai lebih dari 60.000 orang, kini peran CT lebih pada membangun visi, nilai-nilai, dan tata kelola perusahaan. Ia tidak lagi terlibat dalam hal operasional perusahaan.

Pelajaran yang Bisa Dipetik
Ketika banyak perusahaan besar dan pemimpinnya menjadi birokratis dan lamban, CT Group tidak demikian. CT berhasil melakukan transformasi gaya dan pendekatan kemimpinan—mulai dari mengerjakan sendiri, lalu memberikan pengarahan, kemudian melakukan coaching, delegating, dan membangun tata kelola perusahaan. Setelah mencapai posisi puncak, kini fokusnya ada pada visi, nilai-nilai, dan governance. CT juga berhasil merekrut dan menarik pemimpin-pemimpin terbaik di berbagai bidang untuk bergabung dengan perusahaannya. Mereka juga mengembangkan kepemimpinan dari dalam. 

Kepemimpinan entrepreneurial sangat menonjol dan terlihat dari peralihan fokus bisnis CT yang sejalan dengan peluang-peluang yang dilihatnya. Dimulai dari sekadar berdagang, lalu merambah bidang manufacturing, layanan keuangan, hingga kini fokus di bidang konsumer. CT sunguh jeli melihat peluang dan piawai dalam merealisasikan peluang tersebut. Perjalanan bisnisnya menggambarkan kegigihan dan keuletannya sebagai pengusaha.
Hal-hal menarik yang terungkap dari diskusi dengan CT di antaranya adalah sikapnya yang sangat positif dalam menghadapi kegagalan. Baginya, kegagalan adalah teman yang menemaninya dan menghantarnya pada keberhasilan. 

CT juga selalu menekankan pentingnya inovasi. Ia selalu ingin membuat bisnis yang belum terpikirkan oleh orang lain, sehingga tidak menjadi korban perang harga. Dia pun sangat optimis dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia 10 tahun ke depan. Baginya, peluang bisnis di Indonesia sangat besar dan tumbuh cepat. Karena itu pula, untuk sementara ini CT memilih untuk fokus pada pasar dalam negeri selagi booming. 

CT juga menekankan pentingnya berbisnis dengan integritas dan pemikiran jangka panjang. Dengan demikian, kredibilitas akan terbangun dan mitra bisnis pun percaya kepadanya. Bisnisnya tidak ada yang berhubungan dengan pemerintah. Dia memang tak ingin menggantungkan bisnisnya kepada pemerintah.

Kepemimpinan entrepreneurial adalah proses, bukan posisi. Pemimpin yang entrepreneurial mengambil tanggung jawab untuk membantu organisasi menciptakan kondisi di mana perusahaan tidak dikontrol, melainkan menentukan sikapnya sendiri dan merespons situasi secara kreatif. Kepemimpinan seperti ini membuat organisasi menjadi lebih produktif dan mampu memunculkan potensi-potensi kreatif organisasi.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana

Artikel ini adalah rangkuman dari Seminar Leadership Series 2010 yang diselenggarakan oleh QB Leadership Center dan Majalah Warta Ekonomi pada 20 Oktober 2010. Materi seminar dapat diunduh di http://leadershipqb.com/index.php?option=com_eventlist&view=eventlist&Itemid=29

Tim yang Tangguh Pondasi Kepemimpinan yang Berhasil

Mengikuti berita di berbagai media—baik cetak, online, maupun social media—belakangan ini, memang porsi berita buruk sangat dominan. Banyaknya berita-berita buruk ini kemudian membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keprihatinannya, di sela pencanangan gerakan Indonesia Bebas Pemadaman Bergilir di Mataram, pada 27 Juli 2010. Beliau mengungkapkan bahwa ada gerakan politik yang berkampanye keliling Indonesia dan menjelek-jelekkan pemerintahan. Beliau mengharapkan pemberitaan hendaknya lebih seimbang dan jujur.

Di dalam berbagai kesempatan, saya sempat ngobrol dengan orang-orang yang dekat dengan SBY. Mereka menyampaikan betapa SBY bekerja sangat keras untuk menjalankan pemerintahan yang baik. Beliau pun berkomitmen sangat tinggi pada reformasi birokrasi. Bila presiden sudah bekerja sangat keras, lalu kenapa masyarakat luas belum merasakan kemajuan yang berarti?

Menganalisa situasi ini, saya jadi teringat buku Good to Great yang ditulis oleh Jim Collins. Buku yang ditulis berdasarkan hasil penelitian mengenai apa yang membuat organisasi-organisasi hebat berkinerja prima untuk jangka waktu yang panjang itu, antara lain berkesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan yang hebat memulai kepemimpinannya dengan menempatkan orang-orang yang tepat di organisasinya dan melepaskan orang-orang yang tidak tepat. Mereka sangat teliti dalam memilih orang. Prinsip mereka yang pertama adalah, "Siapa". Mereka pada tahap pertama memfokuskan perhatian dan waktunya guna mendapatkan orang-orang terbaik untuk membangun tim eksekutif yang tangguh. Setelah mendapatkan orang-orang yang  tangguh dan terbaik, barulah mereka merumuskan langkah-langkah menuju pencapaian yang luar biasa.

Tim yang tangguh tidak perlu diawasi. Mereka akan menggunakan segenap kemampuannya untuk membangun organisasi yang sukses. Ketika kita merasakan bahwa kita perlu mengawasi seseorang dengan ketat, itu adalah pertanda bahwa kita telah menempatkan orang yang salah.

Dalam banyak situasi, kenyataan ini ditanggapi dengan menunda tindakan tegas untuk mengganti orang-orang yang tidak tepat. Kita mencoba berbagai alternatif untuk memperbaiki kinerja, memberikan kesempatan ketiga dan keempat dengan harapan situasi akan membaik. Kita menginvestasikan banyak waktu untuk mengelola orang itu dengan baik, membuat sistem untuk mengkompensasi kekurangannya dengan harapan kinerjanya akan membaik. Begitu banyak energi dikeluarkan untuk mengelola orang yang tidak tepat itu, sehingga mengambil alih perhatian yang seharusnya diberikan untuk mengembangkan dan bekerja sama dengan orang-orang yang baik. Sebagai akibatnya, kita merasakan bahwa sementara kita bekerja keras luar biasa, hasil yang kita capai tidak merepresentasikan kerja keras tersebut.

Apa yang terjadi dengan pemerintahan SBY jilid dua ini mengingatkan saya pada apa yang saya baca di buku Good to Great. Ketika Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan, begitu banyak orang ternganga dengan beberapa orang pilihan Pak SBY kali ini. Dibentuknya Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang dipimpin oleh orang sekaliber Kuntoro Mangkusubroto, yang bertugas memonitor kinerja para menteri ini seakan menunjukkan kenyataan bahwa SBY menyadari bahwa pilihan kabinetnya "terpaksa" dikompromikan dengan kepentingan-kepentingan politik, sehingga perlu dibentuk suatu lembaga (UKP4) untuk mengkompensasi kekurangan-kekurangan yang ada.

Seperti yang juga terjadi pada contoh-contoh yang diulas dalam buku Good to Great, menempatkan orang yang tidak tepat membawa konsekuensi yang signifikan. Kita melihat struktur pemerintahan yang gemuk karena selain adanya UKP4 yang bertugas mengawasi para menteri ini, kini ada pula wakil menteri dan banyak staff ahli yang mengelilingi para menteri. Harapannya, kehadiran mereka akan mengkompensasi kekurangan-kekurangan para menteri ini.

Akankah strategi itu berhasil? Berbagai berita negatif yang dimuat di berbagai media cetak, online, dan social media adalah salah satu indikator yang patut disimak. Mereka tidak bisa dibungkam dengan ungkapan keprihatinan Presiden, melainkan dengan tindakan tegas untuk membangun tim eksekutif yang tangguh, yang sanggup membangun pemerintahan yang kredibel dan membawa kemajuan yang signifikan.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengkritik pemerintah kita, melainkan untuk mengingatkan kita semua, para pemimpin organisasi, bahwa memilih dan menempatkan tim yang tangguh adalah pondasi bagi kepemimpinan yang berhasil. Bila kita ingin organisasi kita sukses, tumbuh, dan berkembang, bukan hanya kini tetapi juga secara berkesinambungan, mulailah dengan memilih dan membentuk tim yang tangguh.

Selamat memimpin.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana

Senin, 10 Mei 2010

Pesan Dibalik Tindakan Seorang Pemimpin

Minggu lalu adalah minggu yang sangat dramatis bagi Indonesia. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu II yang dikenal cerdas, berintegritas tinggi, tegas, berani dan gigih, akhirnya menyampaikan surat pengunduran diri dari jabatannya, untuk menjadi Managing Director World Bank.

Tidak lama sesudah itu, diumumkan bahwa partai koalisi kini memiliki sekretariat bersama dengan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketuanya, Aburizal Bakrie sebagai Ketua Hariannya dan Syarief Hasan sebagai sekretarisnya. Tidak hanya itu, bila sebelumnya peran koalisi adalah mengamankan kebijakan pemerintah, kini, dengan adanya sekretariat bersama dan Aburizal sebagai ketua hariannya, partai koalisi ini justru berperan merumuskan kebijakan pemerintah.

Pasar pun bereaksi, bila pada pembukaan perdagangan di awal minggu IHSG ada pada posisi 2.971, yaitu posisi tertinggi dalam sejarah bursa saham Indonesia, setelah pengunduran diri Sri Mulyani, index turun terus hingga di akhir minggu ada pada 2.739 atau turun sebesar 8.4 %. Rupiah pun melemah terhadap USD ke level 9216 dari semula 9012.

Saya tiba-tiba teringat pada ucapan Albert Einstein: Setting an example is not the main means of influencing others, it is the only means. Bila kita menganalisa peristiwa minggu lalu dalam konteks kepemimpinan negara ini kita, contoh apa sebetulnya yang sedang di pertontonkan pada kita semua, rakyat yang dipimpinnya?

Tidak ada yang lebih buruk bagi moral suatu organisasi dari ketika pemimpinnya menerapkan prinsip: “Lakukan seperti yang saya katakan, bukan seperti yang saya lakukan”. Ketika ini terjadi, maka dapat dipastikan antusiasme dan dukungan akan hilang.

Ketika kita ada di posisi pimpinan, kita mestinya tahu bahwa kita bertanggung jawab atas segenap orang yang kita pimpin. Orang-orang yang kita pimpin akan melihat kita untuk mendapatkan petunjuk dan kekuatan. Adalah tanggung jawab seorang pemimpin, untuk membangkitkan inspirasi orang-orang disekelilingnya sehingga mereka akan mendorong dirinya sendiri yang kemudian akan mendorong keseluruhan organisasi untuk mencapai cita-citanya. Untuk menginspirasi ini, kita harus menunjukan arah melalui tindakan.

Mahatma Gandhi adalah contoh pemimpin yang selaras antara perbuatan dan perkataannya. Dia berkomitmen untuk memprotes ketidak adilan melalui jalan tanpa kekerasan dan secara konsisten menjalankan prinsip itu, betapa beratpun tantangannya. Dia memimpin pengikutnya melalui tindakan dan pengikutnya melakukan hal yang sama. Gandhi akhirnya berhasil memimpin mereka, dan India, mencapai kemerdekaannya.

Seandainya Gandhi sekali saja melakukan perkelahian fisik pada lawannya, tentu pesan pentingnya tentang protes tanpa kekerasan akan jauh lebih sulit dipercaya sesudah itu. Pengikutnya akan melihat dia dengan penuh curiga dan tidak percaya. Kemungkinan para pengikutnya untuk terlibat dalam perdebatan fisik dan tindak kekerasan akan meningkat secara dramatis.

Demikian pula dengan orang-orang yang kita pimpin. Bila kita berkata satu hal dan melakukan hal yang lain, kemungkinan besar orang-orang yang kita pimpin tidak akan mengikuti kita dengan antusias. Apapun yang kita katakan akan di pandang dengan penuh kecurigaan dan keraguan. Orang-orang yang kita pimpin tidak akan percaya bahwa hal yang kita lakukan adalah yang terbaik.

Pemimpin yang baik, mendorong orang-orang yang dipimpinnya untuk maju dengan penuh gairah, inspirasi, keterpercayaan dan visi. Ketika kita memimpin orang yang tidak mempercayai kita, produktivitas akan turun dan antusiasme akan hilang. Visi yang dengan susah payah ingin kita realisasikan akan kehilangan daya tariknya, semua hanya karena orang-orang yang kita pimpin tidak mempercayai pemimpinnya lagi.

Kembali ke awal, sudah menjadi rahasia umum bahwa Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie berseberangan dalam banyak hal. Sikap yang dipilih pemimpin negara ini untuk melepas Sri Mulyani pergi dan memberikan kekuasaan yang begitu besar kepada Aburizal Bakrie mengirimkan pesan yang gamblang pada kita semua. Lalu akankah rakyat Indonesia percaya bahwa SBY-Boediono akan menjalankan pemerintahan yang bersih, melakukan reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi sesuai dengan janji kampanyenya?

Semoga kita bisa menjadi pemimpin yang punya keselarasan antara perbuatan dengan perkataan.

Apakah Kita Pemimpin yang Dipercaya ?

Oleh: Betti Alisjahbana
If leaders are careless about basic things—telling the truth, respecting moral codes, proper professional conduct—who can believe them on other issues? ~ James L Hayes

Indonesia baru saja kehilangan seorang pemimpin panutan di dunia bisnis. William Soerjadjaja meninggal di usia 88 tahun pada tanggal 2 April 2010. Pendiri Astra International, yaitu perusahaan yang menaungi 300 perusahaan, itu dikenal memegang standar etika bisnis yang tinggi, sangat peduli pada pengembangan sumber daya manusia, dan berjiwa sosial. Sebagai pemimpin, ia sangat dipercaya karena karakter, kemampuan, serta rekam jejaknya sangat istimewa. Kepergiaannya meninggalkan duka yang dalam bagi orang-orang yang pernah merasakan kepemimpinan dan bimbingannya.

Di lain pihak, kita sering membaca berita para pemimpin yang bahkan tidak dapat melakukan hal-hal yang paling sederhana sekalipun, seperti menyampaikan hal yang sebenarnya, atau menghargai nilai-nilai moral dan berperilaku profesional. Siapa yang akan percaya pada pemimpin yang seperti ini?

Dalam bukunya yang berjudul The Speed of Trust, Stephen M.R. Covey menyampaikan bahwa ketika orang tidak percaya, maka segala hal akan berjalan lambat karena perlu pemeriksaan, pengecekan, diyakinkan berkali-kali, sehingga bukan saja perkerjaan berjalan lambat tetapi biayanya pun menjadi tinggi. Sebaliknya bila orang percaya, maka semuanya akan berjalan lebih lancar dan cepat, serta biaya pun dapat dihemat.

Ini dicontohkan dalam salah satu cerita mengenai Jim, seorang penjual donat dan kopi di jalanan di New York City. Selama waktu sarapan dan makan siang, tokonya selalu dipenuhi antrian orang yang ingin membeli donat dan kopinya. Meskipun hal ini pertanda bagus, tetapi Jim juga melihat bahwa banyak orang merasa bosan mengantri, lalu pergi begitu saja dan tidak jadi membeli. Jim sadar, bahwa karena dia harus melayani semua pelanggan, dia menjadi penghambat terbesar bagi dirinya sendiri untuk menjual lebih banyak donat.
Jim kemudian memutuskan untuk menaruh satu keranjang yang berisi uang pecahan kecil untuk kembalian. Dia mempercayakan pelanggannya untuk membayar dan mengambil sendiri kembaliannya di dalam keranjang itu, tanpa perlu harus melalui Jim.

Alih-alih uangnya dicuri, Jim malah menemukan bahwa banyak pelanggan justru memberi tip dalam jumlah besar. Ini juga mempercepat antrian orang yang akan membeli donatnya, sehingga dia bisa menjual lebih banyak donat. Jim menemukan bahwa pelanggannya senang merasa dipercaya. Tidakkah demikian juga dengan rekan kerja, bawahan, dan atasan kita?

Pemimpin yang Dipercaya

Tugas pertama seorang pemimpin adalah membangun rasa percaya. Ada dua faktor yang mempengaruhi rasa percaya masyarakat terhadap pemimpinnya: karakter dan kompetensi. Karakter mencakup integritas dan niat baik. Sementara kompetensi mencakup kemampuan, ketrampilan, kinerja, dan rekam jejak. Ketika seorang pemimpin mempunyai semuanya—integritas, niat baik, kemampuan, kinerja, dan rekam jejak—maka ia akan dipercaya oleh orang-orang yang dipimpinnya.

Pemimpin juga harus mempercayai timnya—bukan percaya buta tanpa ekspektasi dan akuntabilitas, melainkan percaya yang cerdas, yaitu dengan ekspektasi yang jelas dan sistem akuntabilitas yang  dibangun terintegrasi ke dalam sistem organisasi. Pemimpin terbaik umumya memimpin dengan kecenderungan untuk mempercayai timnya.

Pemimpin yang baik sadar bahwa suasana saling percaya harus dibangun dan akan berpengaruh besar pada setiap hubungan, setiap komunikasi, setiap proyek, dan setiap kerja sama bisnis. Ketika saling percaya hadir, maka segalanya akan berjalan lebih cepat dan biaya pun akan lebih murah.

Suasana saling percaya perlu secara khusus dibangun, dimulai dari membuat diri kita sendiri bisa dipercaya. Sifat-sifat baik seorang pemimpin yang akan membuatnya dipercaya antara lain adalah berbicara jujur, menghargai orang lain, membangun transparansi, memperbaiki hal-hal yang tidak benar, menghasilkan kinerja yang baik, bertanggung jawab, mendengarkan, menjaga komitmen, dan  mempercai tim.

Saling percaya dalam organisasi bisa dibangun melalui struktur, sistem kerja, sistem akuntabilitas, serta insentif yang mendorong terbangunnya saling percaya. Ketika organisasi bekerja dengan kompak dan secara konsisten membangun reputasi yang baik, maka pasar pun akan percaya dan brand yang kuat pun akan terbangun. Ketika di samping mempunyai reputasi usaha yang baik, organisasi kita pun memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan turut memecahkan dan menjadi solusi bagi masalah-masalah nyata di masyarakat, maka organisasi kita tidak hanya dipercaya oleh para pegawai dan pasar, tetapi juga masyarakat.

Di era persaingan bebas kini, di mana persaingan terjadi semakin ketat, kecepatan dan kelincahan organisasi menjadi sangat penting. Untuk itu keterpercayaan perlu dibangun, ditumbuhkan, dan dijaga. Hanya pemimpin yang dipercaya yang bisa membangunnya.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana

Senin, 08 Maret 2010

Pemimpin dan Tanggung Jawab

"Banyak orang berusaha menghindari tanggung jawab ketika ada masalah. Padahal justru ketika ada masalah, pemimpin paling dibutuhkan. Pemimpin dan tanggung jawab adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sifat tidak bertanggung jawab dan mengalihkan kesalahan kepada orang lain hanya akan membuat seorang pemimpin tidak lagi efektif sebagai pemimpin, karena timnya tidak akan percaya dan menghargainya lagi."

Kamis malam, saya sungguh gembira menyaksikan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai respon atas hasil Sidang Pleno DPR tentang kasus Century. Setelah sekian lama ditunggu, akhirnya penghargaan, dukungan, dan perlindungan terhadap dua orang terbaiknya, Sri Mulyani Indrawati dan Boediono, keluar dari mulut SBY.

Sejak kasus Century ini muncul ke permukaan, saya mengikutinya dengan gemas—bagaimana Sri Mulyani dan Boediono dihujat, didemo, diserang habis-habisan, baik di jalan maupun di ruangan pansus DPR. Padahal, bila kita ikuti dengan seksama penjelasan mereka, baik dalam pemeriksaan pansus DPR maupun dalam buku putih yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan, keputusan bailout sungguh masuk akal pada waktu itu, apa lagi ditunjang dengan rekam jejak dan integritas keduanya. Saya percaya, keputusan bailout diambil semata-mata demi mencegah krisis yang lebih dalam. Gemas saya bertambah ketika melihat pak SBY tampak membiarkan kedua pembantunya itu seakan berjuang sendiri. Karena itu, saya sungguh gembira ketika—meskipun agak terlambat—SBY mengambil tanggung jawab atas kasus tersebut.

Banyak orang berusaha menghindari tanggung jawab ketika ada masalah. Padahal justru ketika ada masalah, sosok pemimpin paling dibutuhkan. Pemimpin dan tanggung jawab adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sifat tidak bertanggung jawab dan mengalihkan kesalahan kepada orang lain hanya akan membuat seorang pemimpin tidak lagi efektif sebagai pemimpin, karena timnya tidak akan percaya dan menghargainya lagi.

Di bawah ini adalah beberapa pokok pikiran mengenai pemimpin dan tanggung jawab:

  • Pemimpin bertanggung jawab atas semua yang dilihatnya. Itu berarti, dia juga bertanggung jawab atas apa yang dilihat oleh organisasinya serta tim yang dipimpinnya. Dia bertanggung jawab atas hasil-hasil yang dicapainya, baik hasil yang baik maupun hasil yang buruk. Ada pepatah yang mengatakan “Success has many fathers, while failure is an orphan”, tetapi bagi pemimpin yang baik, hal yang berlaku adalah sebaliknya. "Leadership means you don't duck when things go wrong."
  • Pemimpin bertanggung jawab untuk memulai komunikasi secara proaktif. Ketika kesalahpahaman terjadi dan gosip timbul, pemimpin bertanggung jawab untuk meluruskan dan membangun komunikasi agar kesalahpahaman tidak muncul lagi.
  • Pemimpin bertanggung jawab untuk memberi contoh yang baik dan menjadi agen perubahan. Pemimpin mengerti bahwa apa yang dilakukannya akan ditiru dan diperbesar oleh timnya, dan karenanya mereka harus mengenakan standar yang tinggi pada dirinya. Menjadi pemimpin adalah menjadi orang yang bisa jadi panutan—baik dalam kinerja maupun integritas. Ia harus hidup sesuai dengan nilai-nilai yang baik yang dianutnya.
  • Pemimpin bertanggung jawab atas kinerja organisasinya. Kemampuan kepemimpinan seorang pemimpin dinilai dari kinerjanya. Pemimpin tidak bisa menyalahkan siapapun kecuali dirinya untuk kinerja yang buruk.
  • Pemimpin bertanggung jawab agar organisasinya memiliki prioritas dan fokus. Pemimpin membuat tim dan organisasinya fokus pada hal-hal yang penting. Dia menjaga fokus dan prioritas itu, membuat keputusan-keputusan, dan menghilangkan hambatan-hambatan agar organisasi tetap dapat fokus pada hal-hal yang penting dan menghasilkan kinerja prima.

Tanggung jawab seorang pemimpin memang sangat besar. Demikian pula pemimpin harus menerapkan standar yang tinggi bagi dirinya karena keputusan-keputusan yang diambil olehnya akan mempengaruhi banyak orang.

Dalam kaitannya dengan tanggung jawab ini, ada dua quote dari Collin Powell yang ingin saya kutip:

  • As a leader, you set the tone for your entire team. If you have a positive attitude, your team will achieve much more.
  • The essence of leadership is the willingness to make the tough decisions. Prepared to be lonely.

Siapkah kita menjadi pemimpin yang bertanggung jawab?

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana
http://QBleadershipCenter/

Jumat, 08 Januari 2010

Akuntabilitas Pribadi

QBHeadlines.Com - Salah satu klien saya menyampaikan bahwa salah satu tantangan terbesar di perusahaannya adalah kurangnya akuntabilitas pribadi di kalangan para manajer. Ketika ada masalah, seringkali yang terjadi bukannya berpikir apa yang bisa dilakukan untuk memecahkan masalah, malah menyalahkan orang lain. Sebagai akibatnya banyak waktu dan energi yang terbuang dan potensi maksimum perusahaan belum dapat direalisasikan.

Masalah yang dikeluhkan klien saya ini terjadi di banyak perusahaan. Banyak manajer masih menempatkan dirinya sebagai pegawai gajian saja, tidak lebih. Jadi bila ada masalah, sepanjang dia merasa bahwa dia sudah melaksanakan kewajibannya, maka dia tidak peduli lagi. Padahal perusahaan dan sang manajer akan jauh lebih sukses bila manajer menempatkan dirinya sebagai orang yang berkepentingan terhadap suksesnya perusahaan, sehingga bila ada masalah, dia akan secara aktif mencari penyebabnya dan dilanjutkan dengan mengambil langkah-langkah pemecahan. Dia juga tidak hanya peduli untuk memecahkan masalah yang disebabkan oleh dirinya atau timnya, melainkan pada semua masalah yang penting yang mempengaruhi keberhasilan perusahaan. Dia bahkan secara proaktif melakukan langkah-langkah agar masalah-masalah bisa dicegah.

Pertanyaan Siapa, Mengapa dan Bila

Kita bisa jadi termasuk dalam orang-orang yang punya masalah akuntabilitas pribadi bila ketika ada masalah, kita malah mengeluh dan memposisikan diri kita sebagai korban dengan pertanyaan “mengapa” sebagai berikut :

  • Mengapa orang-orang lain tidak ikut terlibat memecahkan masalah ini?
  • Mengapa sih, orang-orang di sini selalu menunggu ada yang terluka dulu sebelum sesuatu diperbaiki?
  • Mengapa saya tidak mendapatkan hak saya?


Kadang-kadang ada juga yang punya kecenderungan untuk menunda, dengan pertanyaan “kapan” seperti :

  • Kapan tim maintenance akan memecahkan masalah ini?
  • Kapan orang akan mulai melihat masalah keamanan ini dengan serius?
  • Kapan saya akan mendapatkan pelatihan agar saya bisa sukses?


Gejala masalah akuntabilitas juga bisa terlihat dari kecenderungan untuk mencari kambing hitam yang bisa dipersalahkan, melalui pertanyaan “siapa” seperti :

  • Siapa penyebab masalah ini?
  • Siapa yang bertanggung jawab atas masalah kualitas ini dan siapa yang akan memperbaikinya?


Ketika Akuntabilitas Pribadi Beraksi

Akuntabilitas pribadi kita beraksi ketika kita mengubah pertanyaan-pertanyaan yang memberikan kesan lepas tangan di atas menjadi pertanyaan yang lebih bertanggun jawab seperti :

Mengapa kita harus menjadi korban perubahan-perubahan ini?

  • Menjadi: Apa yang bisa saya lakukan agar saya bisa beradaptasi pada perubahan-perubahan yang terjadi pada pekerjaan saya? Bagaimana saya bisa berubah agar saya bisa memberikan nilai tambah yang lebih besar?

Kapan kita akan mempekerjakan pegawai yang lebih bagus yang lebih becus bekerja?

  • Menjadi : Apa yang bisa saya lakukan agar saya bisa menjadi mentor yang baik bagi orang-orang yang bekerja dengan saya?

Kapan orang akan melatih dan membantu saya?

  • Menjadi: Apa yang bisa saya lakukan sekarang untuk mengembangkan diri saya?

Mengapa sih, orang-orang itu tidak memperbaiki keadaan disini?

  • Menjadi: Apa yang bisa saya lakukan hari ini untuk membuat organisasi ini lebih baik? Bagaimana saya bisa jadi contoh bagi orang lain?

Kita semua bisa menjadi orang yang punya akuntabilitas pribadi tinggi bila kita mulai mengganti pertanyaan yang bernada lepas tanggung jawab, mengharapkan orang lain yang bertindak, menjadi pertanyaan yang meletakkan diri kita sebagai orang yang bisa melakukan sesuatu dan merubah keadaan.

Yuk, kita meningkatkan akuntabilitas pribadi ! Semoga kita semua semakin sukses.

Salam hangat penuh semangat!

Betti Alisjahbana

Mengambil Keputusan yang Sulit

Sebagai bagian dari drama cicak lawan buaya, sangat menarik untuk mengamati bagaimana tokoh-tokoh pemimpin di negeri ini mengambil keputusan yang sulit. Dua tokoh penting yang sangat kontras gaya kepemimpinan dan pengambilan keputusannya ingin saya tampilkan di sini. Pertama adalah Ketua Mahkamah Konstitusi, Mohammad Mahfud M.D. dan yang kedua adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saya pun menyertakan pendekatan praktis yang bisa di ambil untuk membantu proses pengambilan keputusan agar bisa cepat dan akurat.

Mahfud memimpin sidang-sidang uji materi Undang-Undang KPK yang di ajukan oleh Bibit dan Chandra dengan gaya yang santai dan sangat transparan. MK memutuskan untuk memperdengarkan rekaman penyadapan KPK terhadap Anggodo Widjojo, adik bos PT Massaro Radiokom Anggoro Widjojo, kepada publik. Rekaman yang berisi percakapan Anggodo dengan sejumlah petinggi penegak hukum diantaranya, Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga dan mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto, menguak tingkah Anggodo yang bersekongkol dengan sejumlah penyidik untuk merekayasa kasus dua pimpinan KPK Chandra Marta Hamzah dengan Bibit Samad Riyanto.

Dalam menyidangkan persoalan yang pelik itu, Mahfud tidak terkesan tegang. Dia justru tampak santai. Bahkan, berkali-kali Mahfud mengeluarkan celetukan yang membuat pengunjung sidang tersenyum. MK kemudian secara resmi pada haru Rabu (25/11) mengabulkan permohonan Bibit dan Chandra atas judicial review UU KPK pasal 32 ayat 1 huruf c soal pemberhentian tetap pimpinan KPK. Mahfud mengatakan pasal 32 inkonstitusional, harus dimaknai pimpinan KPK berhenti secara tetap setelah dijatuhi hukuman oleh pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Keseluruhan proses pengambilan keputusan terlihat cepat, transparan, tidak berbelit-belit dan jelas tanpa menimbulkan potensi interpetasi yang berbeda-beda.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempunyai gaya yang berbeda di dalam mengambil keputusan. Ia tampak sangat hati-hati, tidak ingin terburu-buru. Menanggapi semakin menajamnya polemik KPK dengan Polri, setelah Polri menetapkan dan menahan dua pimpinan KPK (nonaktif) Bibit dan Chandra atas dugaan penyalahgunaan wewenang, SBY membentuk Tim 8 pada 2 November lalu dan memberi waktu selama dua minggu bagi Tim 8 untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi atas kasus Bibit dan Chandra.

Setelah mendapatkan rekomendasi dari tim 8, SBY pun dalam menentukan sikap masih meminta masukan dari berbagai puhak termasuk Kejaksaaan, Kepolisian, MA, MK dan beberapa hakim independen. Selama seminggu SBY merumuskan sikapnya yang kemudian di bacakan pada tanggal 23 November 2009 malam. Pidato presiden yang sudah sangat ditungu-tunggu masyarakat itu disampaikan dengan sangat hati-hati. Sebagian pengamat menilai pernyataan tentang kasus Bibit-Chandra yang tidak akan dibawa ke pengadilan merupakan kemajuan. Namun pernyataan itu masih mengambang, karena masih tergantung Kapolri dan Jaksa Agung. Sejumlah pengamat lain menilai maksud Presiden untuk mendorong penghentian kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah sudah jelas. Presiden ingin kasus ini bukan selesai di pengadilan. Bisa melalui pendeponiran untuk kepentingan umum. Kejaksaan dan Polri diprediksi bisa langsung menangkap maksud Presiden itu. Selain itu, disampaikan pula keinginan besar Presiden SBY dalam mendorong terjadinya reformasi hukum dalam tubuh institusi penegak hukum. Tak hanya kepolisian dan kejaksaan, tetapi juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mengambil Keputusan Sulit dengan Cepat dan Akurat

Membuat keputusan yang sulit ditengah situasi yang serba tidak pasti sangat penting bagi kepemimpinan yang sukses. Keputusan perlu diambil dengan cepat dan akurat agar tidak kehilangan momentum. Sering kali ada saat-saat kritis dimana pengambilan keputusan sangat sulit dan menegangkan. Meskipun demikian, keputusan yang berani biasanya malah lebih aman. Di artikel ini saya ingin menuliskan beberapa petunjuk praktis untuk mengambil keputusan, baik keputusan publik maupun pribadi terutama ketika situasinya kompleks dan penuh ketidak pastian. Tips ini saya sarikan dari tulisan Dave Jensen, seorang pengajar senior di Emory University’s School of Business. Ada empat pertanyaan yang perlu dijawab untuk sampai pada keputusan terbaik

.
1.Pertanyaan VISIONARY : “Apa hasil terbaik yang bisa dicapai dari keputusan ini ?” Pertanyaan ini menggali perspektif yang lebih luas, implikasi strategis dan pertimbangan jangka panjang. Ketika dihadapkan pada tantangan yang sulit, gali lebih dalam dengan menjawab pertanyaan pertanyaan strategis seperti :

Bagaimana hubungan antara tantangan ini dengan arah organisasi ?
Apakah problem ini penting untuk dipecahkan ?
Apa konsekuensi negatif dan positifnya ?
Kapan saya harus memutuskan ?
Apakah saya punya kecenderungan untuk status quo ?

2.Pertanyaan RASIONAL : Pelajari bagaimana kita mengetahui apa yang kita ketahui. Apa fakta-faktanya, dan apa yang diharapkan oleh mereka yang terkena dampaknya. Pemikiran rasional membantu kita memonitor keadaan sekitar kita dan mengenali fakta-fakta yang ada. Kita juga perlu tau hubungan antara fakta-fakta itu, mana sebab dan mana akibat. Didalam memutuskan bagaimana mengatasi tantangan yang kompleks, kita harus tau konteks internal dan external dengan bertanya :

Apakah saya sudah mendapatkan informasi yang betul untuk mengambil keputusan ?
Apa rencana cadangannya (Back up plan) ?
Asumsi-asumsi apa yang saya buat ?
Bagaimana saya memonitor pelaksanaan keputusan yang akan saya ambil ?
Proses transparan apa yang perlu saya gunakan ?

3.Pertanyaan ETIKA, berhubungan dengan nilai-nilai moral yang kita gunakan. Kita memulainya dengan bertanya, “Langkah yang mana yang benar, terutama untuk kepentingan orang banyak ?” Pertanyaan ini memberikan fokus perhatian kita pada orang-orang yang kita pimpin. Ketika berhadapan dengan masalah yang penuh resiko, pertanyaan pertanyaan di bawah ini bisa menjadi pembimbing :

Bila setiap orang di organisasi ini harus melakukan persis seperti apa yang sedang saya pertimbangkan akan saya lakukan, akan seperti apa organisasi ini jadinya ?
Tindakan apa yang terbaik bagi bagian terbesar organisasi tanpa melanggar hak individu ?
Tindakan apa yang paling jujur dan paling adil untuk dilakukan ?
Apakah apa yang akan saya putuskan sejalan dengan nilai-nilai yang saya pegang ?

4.Pertanyaan KONSEKUENSI — Mengingatkan bahwa kita adalah mahluk yang bebas menentukan pilihan dan karenanya bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan kita. Hal ini membawa kita pada pertanyaan : “ Apa konsekuensi dari pilihan-pilihan kita ?” Pada akhirnya kita harus menentukan apa yang akan dilakukan dan apa yang tidak akan dilakukan. Berikui ini adalah pertanyaan yang bisa membimbing dalam menentukan pilihan :
Apakah saya sudah minta pendapat orang yang sering kali berbeda pendapat dengan saya agar saya bila melihat kasus ini dari sudut pandang yang berbeda ?
Seberapa besar resiko masing-masing alternatif yang akan saya ambil ?
Apakah saya bisa men tes alternatif-alternatif ini pada skala kecil sebelum keputusan diambil ?
Pilihan mana yang terbaik berdasarkan jawaban-jawaban semua pertanyaan ini ?

Setiap hari, para pemimpin membuat keputusan yang memberikan pengharuh pada sangat banyak orang. Meskipun tampaknya begitu sulit, pemimpin yang bagus membuatnya kelihatan mudah. Para pemimpin ini bisa membuat keputusan penting berdasarkan informasi yang di berikan kepadanya dikombinasikan dengan intuisinya. Dibalik pengambilan keputusan yang tampaknya mudah ini adalah disiplin untuk selalu meneliti keputusan-keputusan dan komitmen untuk selalu membuat keputusan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Para pemimpin ini, melalui latihan, memiliki kejernihan berpikir yang memungkinkan mereka mengambil keputusan besar dengan mudah.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana


Perempuan Cicak dan Buaya


simbol cicak versus buaya ini beredar di mana-mana

QBHeadlines.com - Perkembangan perseteruan antara Cicak dan Buaya semakin lama semakin ruwet, beberapa orang malah mengatakan kisah ini sudah sekelas kisah misterinya Agatha Christie. Di akhir pekan ini saya ingin mengarahkan spotlight pada kesetiaan dan dukungan yang luar biasa yang ditunjukkan oleh para perempuan, persisnya para istri dari para tokoh di perseteruan antara Cicak dan Buaya ini. Juga pada dua perempuan kontroversial yang tampil di pangung permainan kelas tinggi ini.

Perempuan pertama yang menarik perhatian saya adalah Ida Laksmiwati, istri Mantan Ketua KPK, Antasari Ashar. Ida Laksmiwati tampak begitu tegar ketika mendampingi suaminya di acara temu wartawan pertama sejak Antasari dituduh melakukan perselingkuhan dan pembunuhan, pada tanggal 3 Mei 2009. Dia begitu tegar, tersenyum dan melambaikan tangan, seakan ia ingin mengatakan :”Saya sudah mengenal betul dan telah mendampingi suami saya puluhan tahun. Tidak mungkin suami saya melakukan apa yang dituduhkan kepadanya” . Walau suaminya dituduh melakukan perselingkuhan dan pembunuhan, Ida begitu tekun mengunjungi suaminya di tahanan, mengantarkan semua keperluan sehari-hari Antasari. Ia juga hadir di persidangan dengan sabar dan tegar. Di setiap wawancara media, baik televisi maupun cetak, dia tampak konsisten menyampaikan pesan, tidak mungkin suaminya melakukan apa yang dituduhkan kepadanya. Luar biasa ibu Ida ini.

Perempuan kedua yang menarik perhatian saya adalah Isma Mustika, istri Chandra M Hamzah. Perempuan cantik ini tampak cerah ketika di interviu oleh Metro TV di rumahnya bersama anak nya Zihan dan suaminya, tidak lama setelah Chandra M Hamsah diberikan penangguhan penahanan. Ia menceritakan pertemuan pertamanya dengan Chandra, kesibukan suaminya di KPK yang ternyata jauh lebih sibuk dibandingkan dengan ketika masih jadi pengacara, juga keyakinannya bahwa suaminya tidak bersalah. Isma bahkan sambil berseloroh menanyakan mana uang suap 1 milyar yang ditudingkan diterima Chandra. Jelas terpacar secara natural dari bahasa tubuhnya, bahwa iya yakin suaminya tidak bersalah dan suaminya tidak akan ditahan. Sepanjang interviu itu, Chandra memandangi istri dan anaknya dengan bangga.

Perempuan ketiga yang juga fenomenal adalah Novarina, istri tersangka kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen, Kombes Wiliardi Wizard. Begitu suaminya keluar dari ruang sidang, sesusai memberikan kesaksian dalam persidangan bahwa dia dipaksa pimpinan Polri untuk menjerat mantan Ketua KPK Antasari Azhar, Novarina langsung memburu suaminya untuk memberikan dukungan. Dan ketika di wawancarai para wartawan, dengan penuh semangat Novarina menyampaikan bahwa dia sangat lega suaminya akhirnya menyampaikan fakta yang sebenarnya dan bahwa selama ini suami begitu tertekan, dan bahwa Novarina terus menerus meyakinkan suaminya untuk menyampaikan hal yang sebenarnya. Novarina pun pasang badan dan menyampaikan bahwa dia mendengar sendiri ketika penyidik meminta suaminya menandatangani BAP yang telah disamakan dengan BAP Sigid Haryo Wibisono. Kontan, keesokan harinya Rabu 11November sore ia pun diminta menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik dari Bareskrim Polri , dengan materi pertanyaan terkait pengakuan suaminya tentang pengkondisian pembuatan BAPnya. Sepanjang berbagai interview di Metro TV, perempuan ini tampak tegar memperjuangkan keadilan bagi suaminya.

Ida Laksmiwati, Isma Mustika dan Novarina mengingatkan saya pada pepatah “Behind every successful man there is a wise woman”

Disisi yang lain kita melihat dua perempuan kontroversial, Rani Juliani dan Ong Yuliana Gunawan. Rani Juliani, mantan caddy golf, istri ketiga korban pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen, yang pada hari Kamis 12 November memberikan wawancara ekslusif di Metro TV, juga merupakan sosok yang unik. Perempuan belia ini tampil tenang dan percaya diri dalam wawancara dan konperensi pers yang disiarkan langsung. Dia, yang kelihatannya di umpankan oleh suaminya pada Antasari untuk mempercepat turunnya SK pengangkatan direksi RNI, dengan penuh percaya diri menyatakan keyakinannya bahwa Antasari lah dalang pembunuhan suaminya. Kesimpulan itu di ambilnya dari sms-sms teror yang dikirim kepadanya dan kepada suaminya. Juga pesan yang disampaikan oleh suaminya ketika masih hidup, bahwa bila dia terbunuh, maka Antasari lah pelakunya. Penampilannya yang jauh dari kesan seorang perempuan nakal memang membuat kesaksiannya patut diperhitungkan.

Ong Yuliana Gunawan, perempuan rupawan yang sudah tiga kali terjerat kasus narkoba ini terekam pembicaraan telponnya dengan Anggodo. Kesan yang timbul dari pembicaraan itu, pemijat saraf ini rupanya mempunyai akses ke banyak petinggi negara, terutama petinggi penegak hukum. Dengan yakinnya di menyebutkan bahwa KPK akan ditutup dan SBY sudah mendukung. Nama-nama petinggi negara seperti Ritonga dan Susno disebutkan seakan-akan mereka adalah kawan baiknya.

Membaca cerita Rani Juliani dan Ong Yuliana Gunawan, saya jadi teringat sebuah lagu berjudul Sabda Alam karya Ismail Marzuki yang liriknya sbb :

diciptakan alam pria dan wanita
dua makhluk dalam asuhan dewata
ditakdirkan bahwa pria berkuasa
adapun wanita lemah lembut manja

wanita dijajah pria sejak dulu
dijadikan perhiasan sangkar madu
namun ada kala pria tak berdaya
tekuk lutut di kerling wanita

Entah bagaimana akhir dari cerita perseteruan antara cicak dan buaya ini. Yang jelas, banyak korban sudah berjatuhan, termasuk. menurut hasil riset LSI, persepsi negatif terhadap SBY yang minggu lalu hanya mencapai 53.85%, kini meningkat mencapai 64%, sementara persepsi negatif terhadap DPR mencapai angka 58%. Penyebab utamanya adalah masih berlarutnya isu KPK-Polri-Century.