Selasa, 09 November 2010

Tim yang Tangguh Pondasi Kepemimpinan yang Berhasil

Mengikuti berita di berbagai media—baik cetak, online, maupun social media—belakangan ini, memang porsi berita buruk sangat dominan. Banyaknya berita-berita buruk ini kemudian membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keprihatinannya, di sela pencanangan gerakan Indonesia Bebas Pemadaman Bergilir di Mataram, pada 27 Juli 2010. Beliau mengungkapkan bahwa ada gerakan politik yang berkampanye keliling Indonesia dan menjelek-jelekkan pemerintahan. Beliau mengharapkan pemberitaan hendaknya lebih seimbang dan jujur.

Di dalam berbagai kesempatan, saya sempat ngobrol dengan orang-orang yang dekat dengan SBY. Mereka menyampaikan betapa SBY bekerja sangat keras untuk menjalankan pemerintahan yang baik. Beliau pun berkomitmen sangat tinggi pada reformasi birokrasi. Bila presiden sudah bekerja sangat keras, lalu kenapa masyarakat luas belum merasakan kemajuan yang berarti?

Menganalisa situasi ini, saya jadi teringat buku Good to Great yang ditulis oleh Jim Collins. Buku yang ditulis berdasarkan hasil penelitian mengenai apa yang membuat organisasi-organisasi hebat berkinerja prima untuk jangka waktu yang panjang itu, antara lain berkesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan yang hebat memulai kepemimpinannya dengan menempatkan orang-orang yang tepat di organisasinya dan melepaskan orang-orang yang tidak tepat. Mereka sangat teliti dalam memilih orang. Prinsip mereka yang pertama adalah, "Siapa". Mereka pada tahap pertama memfokuskan perhatian dan waktunya guna mendapatkan orang-orang terbaik untuk membangun tim eksekutif yang tangguh. Setelah mendapatkan orang-orang yang  tangguh dan terbaik, barulah mereka merumuskan langkah-langkah menuju pencapaian yang luar biasa.

Tim yang tangguh tidak perlu diawasi. Mereka akan menggunakan segenap kemampuannya untuk membangun organisasi yang sukses. Ketika kita merasakan bahwa kita perlu mengawasi seseorang dengan ketat, itu adalah pertanda bahwa kita telah menempatkan orang yang salah.

Dalam banyak situasi, kenyataan ini ditanggapi dengan menunda tindakan tegas untuk mengganti orang-orang yang tidak tepat. Kita mencoba berbagai alternatif untuk memperbaiki kinerja, memberikan kesempatan ketiga dan keempat dengan harapan situasi akan membaik. Kita menginvestasikan banyak waktu untuk mengelola orang itu dengan baik, membuat sistem untuk mengkompensasi kekurangannya dengan harapan kinerjanya akan membaik. Begitu banyak energi dikeluarkan untuk mengelola orang yang tidak tepat itu, sehingga mengambil alih perhatian yang seharusnya diberikan untuk mengembangkan dan bekerja sama dengan orang-orang yang baik. Sebagai akibatnya, kita merasakan bahwa sementara kita bekerja keras luar biasa, hasil yang kita capai tidak merepresentasikan kerja keras tersebut.

Apa yang terjadi dengan pemerintahan SBY jilid dua ini mengingatkan saya pada apa yang saya baca di buku Good to Great. Ketika Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan, begitu banyak orang ternganga dengan beberapa orang pilihan Pak SBY kali ini. Dibentuknya Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang dipimpin oleh orang sekaliber Kuntoro Mangkusubroto, yang bertugas memonitor kinerja para menteri ini seakan menunjukkan kenyataan bahwa SBY menyadari bahwa pilihan kabinetnya "terpaksa" dikompromikan dengan kepentingan-kepentingan politik, sehingga perlu dibentuk suatu lembaga (UKP4) untuk mengkompensasi kekurangan-kekurangan yang ada.

Seperti yang juga terjadi pada contoh-contoh yang diulas dalam buku Good to Great, menempatkan orang yang tidak tepat membawa konsekuensi yang signifikan. Kita melihat struktur pemerintahan yang gemuk karena selain adanya UKP4 yang bertugas mengawasi para menteri ini, kini ada pula wakil menteri dan banyak staff ahli yang mengelilingi para menteri. Harapannya, kehadiran mereka akan mengkompensasi kekurangan-kekurangan para menteri ini.

Akankah strategi itu berhasil? Berbagai berita negatif yang dimuat di berbagai media cetak, online, dan social media adalah salah satu indikator yang patut disimak. Mereka tidak bisa dibungkam dengan ungkapan keprihatinan Presiden, melainkan dengan tindakan tegas untuk membangun tim eksekutif yang tangguh, yang sanggup membangun pemerintahan yang kredibel dan membawa kemajuan yang signifikan.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengkritik pemerintah kita, melainkan untuk mengingatkan kita semua, para pemimpin organisasi, bahwa memilih dan menempatkan tim yang tangguh adalah pondasi bagi kepemimpinan yang berhasil. Bila kita ingin organisasi kita sukses, tumbuh, dan berkembang, bukan hanya kini tetapi juga secara berkesinambungan, mulailah dengan memilih dan membentuk tim yang tangguh.

Selamat memimpin.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana

Tidak ada komentar: