Kamis, 06 Desember 2007

Betti Alisjahbana CEO IBM, Teknologi Untuk Semua








Coverage Magazine, 1 Desember 2007.


Ia mengibaratkan dirinya sebagai pelari marathon. Harus pintar mengatur ritme biar tak habis bensin di tengah jalan. "Passion saya sekarang di bidang sosial," kata Betti Alisjahbana.

Cakram yang di launching Agustus lalu itu dilabeli sama dengan yang diluncurkan tahun lalu: Betti Alisjahbana. Ganti Profesikah Betti? "Ini untuk dana anak-anak jalanan," kata Betti. Lumayan dari yang pertama mendapat 70 juta, sedangkan yang kedua 69 juta.

Menyanyi, kata Betti adalah hobby yang dilakoninya sejak kecil. Jika penat seusai kerja, dia akan berkaraoke di rumahnya menyanyikan satu dua buah lagu. Seni dijadikannya penyeimbang hidupnya. "Saya juga masih melakukan aktivitas arsitektur,"kata wanita kelahiran Bandung, 2 Agustus 1960. Itu artinya, ia "tidak berkhianat" pada pendidikannya. Betti lulus dari jurusan Arsitektur ITB, sebelum berlabuh di IBM pada 1984. Sekarang, Ia masih mendesain rumah dan mendekorasi ulang apartemen yang dibelinya untuk disewakan.

Keseimbangan antara hidup dan pekerjaan adalah salah satu filosofi hidupnya. Ia selalu mengibaratkan dirinya sebagai pelari marathon. Dan keseimbangan itu adalah energi agar bisa sampai finis. "Jangan sampai bensin habis di tengah jalan,"katanya. Betti menyebut dirinya manusia dengan banyak peran. Ia anak (orang tuanya sekarang ikut dengan dia), ibu bagi dua anaknya, istri, pimpinan perusahaan, dan sebagai makhluk sosial. "Saya menyenangi semua peran itu," katanya.

Di IBM, Betti mencanangkan sejumlah program untuk meneguhkan prinsip “teknologi untuk semua. "Mereka kerjasama dengan yayasan Mitra, memberikan kesempatan kepada para tuna netra bisa mengakses internet. Biar perempuan tak anti teknologi tiap tahun IBM menggelar acara camping tiga hari untuk pelajar putri tingkat SMP. Program itu dinamakan EXITE, kependekan dari Eksplorasi, Interest, Technology dan Engeenering. SMP dilipih karena saat SMA mereka harus memilih IPA atau IPS. Selain pengenalan teknologi dan eksperimen, juga ditampilkan role model, yang sudah sukses menaklukan teknologi, termasuk Betti. "Ternyata yang menggeluti teknologi bisa keren juga," kata Betti seraya tertawa.

Anda setuju teknologi itu maskulin?

Teknologi itu feminin ha..ha..ha..Memang ada persepsi teknologi itu maskulin. Kita bayangkan orang yang bergerak dalam bidang teknologi itu serius, berkaca mata tebal, lupa pada penampilan. Pada kenyataannya sekarang ini teknologi adalah bagian dari hidup kita, apa kita ibu rumah tangga, apa kita anak sekolah, apa kita itu pekerja. Semua orang berpartisipasi dalam teknologi, bukan hanya laki-laki perempuan, tua-muda, bahkan yang cacat perlu punya akses terhadap teknologi.

Hampir semua sudah Anda peroleh dalam Hidup ini. Masihkah ada obsesi yang belum tercapai?

Saya sekarang ini punya banyak passion untuk yang sifatnya sosial. Sosial tidak hanya memberi, tapi bagaimana kita memajukan menyumbangkan pikiran agar bangsa kita lebih siap bersaing di pentas global. Pada saat kita muda cari ilmu, posisi, cari uang. Sekarang cari sesuatu yang lain, bagaimana caranya berkontribusi lebih berarti. Itu tahapan natural. Saya, misalnya, hampir nggak pernah nolak kalau diminta bicara dalam seminar. Saya dengan senang hati melakukan itu. Saya dikasih pengalaman, pengetahuan. Dan kewajiban kita untuk mengamalkannya. Kalau kita bagi, semakin banyak ilmu kita.

Apa yang Menjadi Filosofi Anda?

Saya pikir satu kita mesti mengenali diri kita. Apa yang kita suka dan apa yang tidak suka? Apa yang membuat bersemangat? Lalu kita cari hal-hal itu sehingga dalam melakukan setiap pekerjaan, kita melakukannya dengan sepenuh hati. Kedua, kita harus punya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Jangan sampai cintanya pada pekerjaan, kita kerja terus. Biasanya ke yang muda saya ingatkan, kita pelajari marathon bukan pelari sprint. Kalau sprint kita habiskan sekaligus. Kalau kita nggak punya keseimbangan, bensinnya habis di tengah jalan.

Teknologi dan Politik sering dianggap sebagai dunia laki-laki. Anda sudah berhasil menaklukan teknologi, apakah tidak berminta untuk menaklukan Politik?

Terus terang, passion saya, saya ingin menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang saya tahu untuk mempercepat perubahan di Indonesia. Saya harus cari cara mana yang lebih efektif untuk melakukan perubahan-perubahan itu. Kalau harus lewat politik? Kenapa tidak. Tapi tidak sekarang. Saya lihat sebelum saya masuk apakah bisa memberi kontribusi apa nggak. Maksudnya bagus, malah terbunuh. Politik itu bukan sesuatu yang mudah. Lain dengan bisnis. Bisnis itu jelas serba terukur. Saya perlu latihan dulu sebelum masuk ke sana.

Penjaga IBM

Betti adalah penjaga IBM. Sejak bergabung di IBM sebagai trainee pada 1984, Dia terus bertahan di perusahaan tersebut sehingga menjadi orang nomor satu. Betti memberikan dimensi lain seorang profesional. Kebanyakan profesional meletakkan kesetiaan pada dirinya dan keahliannya sehingga pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain adalah lumrah.

Betti menambahkannya dengan kesetiaan pada perusahaan. Padahal tawaran untuk pindah tak kurang, tentu dengan tawaran gaji berlipat. IBM memang dikenal sebagai sekolahnya “IT”, seperti Citibank untuk perbankan. Perusahaan-perusahaan IT yang membutuhkan tenaga andal biasanya melirik pegawai IBM. "Yang saya cari dalam karir, sudah ada di IBM,"kata Betti.

Beberapa faktor menjadi pertimbangnnya untuk terus bertahan di IBM. Pertama, kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Lainnya, suasana kerja kondusif, Di IBM, hubungan sudah seperti keluarga. Tidak birokratis. Betti oleh teman seumuran biasanya dipanggil nama saja. Sedangkan, bawahan yang umurnya di bawah memanggilnya dengan sebutan Mbak. Semua karyawan IBM bisa masuk ke ruang kerjanya kapan saja, untuk memberikan masukan. Faktor lainnya, yang membuat Betti betah adalah remunerasi yang kompetitif.

Apa yang tidak berubah di IBM?

Tahun ini IBM Indonesia 70 tahun. Ada hal-hal yang tidak berubah dan ada yang berubah sangat significan. Yang tidak berubah pondasi dari IBM. Pertama, dalam melakukan usaha menganut standar etika yang tinggi sehingga siapapun pemerintahannya kita bisa tetap kok. Kedua, kita selalu menaruh prioritas tertinggi pada pelayanan terhadap klien. Kita harus memberikan solusi yang baik dan produk yang baik. Semua orang diukur prestasinya berdasarkan kepuasan pelanggan. Ketiga, bahwa memberikan suasana bekerja dan pengembangan diri yang kondusif bagi pegawai kita.

Tapi tuntutan pasar berubah dan persaingan semakin ketat. Apa strategi IBM?

Kita mengubah fokus usaha. Dulu kita dikenal sebagai perusahaan yang bergerak di perangkat keras. Tapi sekarang itu bukan fokus perusahaan lagi. Makanya pada 2004 kita menjual PC ke Lenovo China. Itu menjadi berita besar. Padahal, sebenarnya yang terjadi kita melepas usaha yang sifatnya komoditi, dan investasi besar-besaran di bidang bisnis yang memberi nilai tambah tinggi kepada klien, antara lain mengakuisisi PWC sehingga kita bisa memberikan jasa konsultan manajemen, juga membeli 40 software house yang ditambahkan kepada software portfolio kita. Dua hal itu memberi nilai tambah yang tinggi. Itu menunjukan fokus kita ke arah diferensiasi. Dulu IBM sering dipelesetkan ini barang yang mahal. Hanya perusahaan-perusahaan besar yang mampu. Kini, selain mempertahankan dan meningkatkan bisnis di perusahaan besar kita juga agresif di perusahaan-perusahaan menengah. Sekarang IBM bukan hanya ke perusahaan besar, tapi kecil dan menengah juga. Kita juga membuat ratusan jaringan partner untuk melayani perusahaan-perusahaan kecil dan menengah.

Apakah Anda merasa kehilangan ketika PC IBM dijual ke Lenovo?

Orang melihat kalau kita menjual kita kehilangan kehormatan. Itu salah persepsi. Padahal, itu tidak sesuai dengan persepsi bisnis. Fokus bisnis kita tidak lagi di konsumer tapi, di enterprise. Kalau orang lain menjual karena kesulitan keuangan, kita tidak. Ini strategic choice. Tapi, kita tidak bisa bilang tidak merasa apa-apa. Kita tentu merasa apa-apa. Tetapi itu yang normal. Itu bagian dari pilihan strategis IBM.

Bagaimana penilaian Anda dengan pembangunan ICT Indonesia?

Ada beberapa ukuran yang bisa dipakai. Saya menyebutnya E-readiness. Ukuran suatu negara itu siap atau tidak siap, maju atau kurang maju dalam hubungannya dengan ICT. Disini ada enam faktor yang menjadi ukuran kita siap atau tidak, apakah kita memanfaatkan kelebihan-kelebihan dari ICT itu atau tidak.

Pertama, kondisi berbisnis secara keseluruhan lima tahun ke depan. Saya pikir kondisi untuk berbisnis banyak kemajuan, dari makro bisnis sangat membaik. Kita lihat pemerintah memberikan fokus yang besar terhadap daya tarik investasi Indonesia. Kita lihat ada tren membaik.

Kedua, connectivity dan technology infrastructure, keterjangkauan dan kualitas dari jasa telepon, internet, pc, hotspot, wi-fi. Syaratnya harus terjangkau dan kualitasnya baik. Ini masih tertinggal. Harga kita masih tinggi sekali dibandingkan negara lain. Masih banyak daerah yang belum terjangkau. Di sini nilainya masih belum bagus.

Ketiga, kondisi sosial dan budaya. Persyaratan untuk menerapkan e-business. Baca tulis, pendidikan, pengalaman berhubungan dengan internet, sikap kewirausahaan dan inovasi. Di area ini ada kemajuan, meski belum secepat negara-negara lain. Sekarang sudah mulai banyak sekolah yang memanfaatkan komputer.

Keempat, kondisi legal. Ada tidak hukum yang secara keseluruhan mengatur secara spesifik penggunaan internet. Ini jauh tertinggal karena belum di approve sama sekali. Di sini kita tertinggal jauh.

Kelima, visi dan kebijakan pemerintah secara proaktif mendukung penggunaan TIK. Saya melihat dengan dibentuknya DETIKNAS itu suatu langkah maju. Mereka sudah menentukan tujuh flagship yang akan menjadi proyek nasional. Itu bagus, kita tinggal melihat itu direalisasikan.

Keenam, adopsi dari kalangan bisnis dan konsumer. Jadi seberapa banyak praktek-praktek e-business itu diterapkan. Misalnya, e-commerce dan layanan Online.

Secara keseluruhan negara kita dibandingkan negara lain belum terlalu bagus. Ini PR kita untuk memperbaikinya. Kita tidak mundur, kita maju. Tapi yang lain maju lebih cepat.

Ini ada hubungannnya dengan SDM?

Kita nggak kurang orang yang ahli di bidang TIK. Tetapi masalahnya SDM itu hanya salah satu dari enam faktor e-readiness tadi. Kita nggak bisa survive dengan satu, Enam-enamnya harus berjalan ke arah yang sama. Cukup banyak SDM kita yang bekerja di luar. Banyak partner kita mengeluh karena yang bagus-bagus diambil untuk dipakai di negara lain. Sebenarnya untuk SDM tidak masalah, tapi kita mesti mengembangkan faktor-faktor lain sehingga kita bisa lebih maju dibandingkan negara-negara lain.

Peran IBM untuk mengurangi tarif yang disebut-sebut masih mahal?

Sesuatu itu mahal, kalau tidak ada persaingan, kalau biayanya mahal atau cost-nya memang tinggi. Lainnya, bisa soal interconnectivity, tiap orang invest terus, tak memanfaatkan yang sudah ada. Kita percaya persaingan itu harus ada. IBM mengadopsi open technology. IBM membuka 500 software IBM untuk digunakan komunitas open source. Biasanya harus membayar royalty, ini gratis. Dengan syarat untuk mengembangkan open source bukan untuk komersial. Open source merupakan alternatif bagi orang Indonesia untuk memanfaatkan produk dengan harga terjangkau, kualitas baik, dan legal.

***

Tak Ditolak Dengan Karakter Perempuan

Dalam menapak maju, ada kalanya Betti berhenti sejenak, merenungkan jalan yang sudah dilaluinya. "Saya lihat ke belakang untuk belajar. Apa yang sudah ada betul atau apa yang masih bisa diperbaiki,"katanya. Semua itu digunakannya untuk maju. “Saya happy dengan hidup saya. Saya akan gunakan yang saya miliki untuk melakukan sesuatu yang lebih besar ke depan,” ujar Betti.

Meski sibuk dengan pekerjaan, Betii selalu meluangkan waktu untuk keluarga. “Kita bisa kehilangan segalanya kalau keasyikan bekerja sehingga melupakan keluarga,” kata Betti. Cuma, ia harus pandai-pandai mengatur mana yang bisa didelegasikan dan mana yang tidak. "Untuk soal pendidikan dan kesehatan, tak bisa ditawar, saya dan suami salah satu harus ada," kata Betti.

(Betti Alisjahbana menikah dengan Mario Alisjahbana, putra budayawan Sutan Takdir Alisjahbana. Dari perkawinan itu, dikaruniai dua anak. Yang paling besar Aslan sekolah bisnis di Australia, sedangkan yang kecil Nadia masih SMA. "Yang kecil suka protes. Pas dia ingin saya ada, saya-nya nggak ada," kata Betti. Seperti anak-anak ABG yang lain, anak bungsunya itu kadnag minta ditemani ke mall).

Menyandang nama Alisjahbana beban atau tidak?

Tidak. Sejak kawin saya langsung pakai nama Alisjahbana. Sejauh ini lebih banyak positifnya. Biasanya kalau yang belum kenal nanya. Ini hubungannya dengan Alisjahbana yang mana. Jadi ada bahan pembicaraan.

Sejauh mana orang tua berpengaruh pada pribadi Anda?

Banyak pengaruhnya. Ibu saya selalu bilang kamu perempuan boleh punya kegiatan macam-macam, punya cita-cita setinggi langit, tapi harus tetap tampil sebagai perempuan. Sejak SMP, saya banyak belajar keterampilan yang sifatnya perempuan, selain yang generik. Kecantikan, les menjahit. Itu melatih untuk mengatur waktu. Juga membantu saya tidak ditolak. Orang punya stereo type, laki-laki itu seperti ini, perempuan itu seperti itu. Karena saya masuk ke dunia laki-laki dengan mempertahankan karakteristik sebagai perempuan, tidak banyak penolakan. Kalau melihat perempuan tidak sopan, terlalu kasar, sudah antipati dulu. Tapi pendekatannya tetap pendekatan seorang perempuan.

4 komentar:

Admin mengatakan...

salam kenal bu betty..

terima kasih untuk tulisannya yang mencerahkan...

Salam

lina
srimarlina.com

Betti Alisjahbana mengatakan...

Lina,
Terima kasih atas komentarnya. Salam kenal juga untuk Lina.
Salam hangat penuh semangat,
Betti

Anonim mengatakan...

Makasi bu Betty..

cerita yang sangat berkesan sekaligus membakar semangat..

Salam kenal dari saya Bu,

titipan salam juga dari dosen wali saya, Pa Ahmad.


Hendry Pratama

RUMAH AUTIS DEPOK mengatakan...

Salam Kenal mbak betti. Saya salah seorang aktifis di lembaga sosial. sebagai CEO saya butuh ide dan saran mbak betti meng-create agar LSM tidak hanya bergantung dari donasi saja.mbak betti bisa lihat2 profil kami di Rumah Autis Depok atau Rumah Autis YCKK.Makasih mbak betti