Minggu, 20 April 2008

Memimpin dengan Gaya Feminin


Oleh: Betti Alisjahbana

21 April adalah hari yang istimewa bagi para perempuan, hari dimana kita merayakan perjuangan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Perempuan mempunyai kapasitas tidak hanya untuk membangun hidupnya sendiri, tapi juga memberikan kontribusi pada keluarga, masyarakat, negara dan dunia tempat tinggalnya. Di hari yang istimewa ini saya ingin mengangkat sisi feminin dalam memimpin.

Kartini melalui surat-suratnya memperjuangkan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Meskipun demikian, tidaklah berarti perempuan ingin menjadi sama dengan laki-laki. Melihat kebanyakan pemimpin yang sukses adalah laki-laki, sempat tersirat dalam pikiran saya apakah untuk bisa sukses sebagai pemimpin perempuan harus seperti mereka? Bisakah perempuan tetap mempertahankan sisi feminin dirinya tapi tidak dipandang lemah dan dianggap tidak layak memimpin?

Berbagai buku ditulis mengenai perbedaan antara perempuan dan laki-laki di dunia kerja. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah apa yang ditulis oleh Helen Fisher dalam bukunya The First Sex : The Natural Talents of Women and How They Are Changing the World. Argumen yang disampaikan oleh Helen Fisher secara singkat adalah, ”Pada umumnya, perempuan dan laki-laki memiliki ketrampilan natural yang berbeda. Dan tren saat ini menunjukkan bahwa banyak sektor ekonomi abad 21 akan membutuhkan bakat natural perempuan: kemampuan berkomunikasi, kapasitas untuk membaca bahasa yang tidak diucapkan, kepekaan emosional, empati, kesabaran dan kemampuan untuk melakukan beberapa hal sekaligus, kecenderungan untuk berpikir jangka panjang, bakat untuk networking dan bernegosiasi. Perempuan lebih suka untuk berkolaborasi, mencapai konsensus dan memimpin tim yang egaliter.”

Judy B. Rosener dalam bukunya America's Competitive Secret : Utilizing Women as a Management Strategy, juga menampilkan karakteristik perempuan yang mirip dengan apa yang ditulis Helen Fisher :
  • Cenderung mengkolaborasikan pegawai dari pada merankingnya.
  • Lebih suka gaya kepemimpinan yang kolaboratif dan interaktif.
  • Nyaman berbagi informasi.
  • Melihat pembagian kekuasaan sebagai kemenangan, bukan tanda kelemahan
  • Siap menerima ketidakpastian.
  • Menghormati intusi dan rasionalitas.
  • Sangat fleksibel.
Di era demokrasi dan era inovasi kini, sudah waktunya kita meninggalkan gaya kepemimpinan command and control untuk digantikan dengan pemberdayaan dan tanggung jawab. Kepemimpinan yang egaliter menggantikan manajemen yang birokratif. Kepemimpinan yang flexible menggantikan yang kaku. Sudah waktunya perempuan berpartisipasi dalam kepemimpinan.

Pesan saya bagi kaum laki-laki, kita diciptakan lengkap dengan kekuatan dan kelemahan masing-masing. Mari kita saling mendukung dan saling memberi semangat agar kita sama-sama dapat mencapai cita-cita dan memberikan manfaat dalam keluarga, masyarakan, negara dan dunia.

Pesan saya bagi kaum perempuan, kejarlah cita-citamu, manfaatkan ketrampilan dan bakatmu untuk memberikan kontribusi yang maksimal bagi keluarga, masyarakat, negara dan Dunia. Kita tidak perlu jadi laki-laki untuk sukses. Jadilah dirimu sendiri.

Selamat Hari Kartini!

Salam hangat penuh semangat.

Tanya jawab topik ini bisa dilihat di www.qbheadlines.com, rubrik Career.

Tidak ada komentar: